Lihat ke Halaman Asli

Igoendonesia

TERVERIFIKASI

Catatan Seorang Petualang

Pak Kasur dan Lagu Anak Ciptaanya, dari "Bangun Tidur" sampai "Balonku"

Diperbarui: 7 Februari 2024   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Kasur dan Anak-anak (Sumber : merdeka.com)

Masa anak-anak Anda tahu dan pernah menyanyikan lagu 'Balonku' yang ada lima itu? Hafal lagu 'Bangun Tidur' yang ku terus mandi? Sering menyanyikan lagu 'Naik Delman' istimewa pada Hari Minggu saat turut ayah ke kota? Lalu, familiar dengan lagu 'Lihat Kebunku' yang dipenuhi bunga? Pernah menyanyikan lagu 'Kring-Kring Ada Sepeda', 'Kereta Apiku', 'Naik Becak', 'Sayang Semuanya'?.

Pasti tahu dan pernah nyanyiin lah ya, masa nggak!? Anak jaman now saja masih tahu lagu-lagu itu, apalagi yang kelahiran era 50an sampai 2000an, pasti paham banget... hehe

Tahukah siapa pencipta lagu-lagu yang menemani masa-masa bocah kita itu?

Namanya unik, Pak Kasur. Beliau tokoh pendidik dan pencipta ratusan lagu anak-anak yang everlasting, masih dinyanyikan hingga sekarang. Usut punya usut, ternyata Pak Kasur lahir di kota saya, Purbalingga, Jawa Tengah tepatnya di Desa Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet.

Bulan lalu, saya main ke Tuk Dandang, lokasi wisata di desa itu dan pas ketemu dengan Mas Kades Fajar Prasetyo. Ia bercerita jika makam Pak Kasur yang sebelumnya ada di Kaliori, Banyumas sudah dipindahkan ke desa kelahirannya pada September 2022 lalu. Saat ini, makam Pak Kasur yang berdampingan dengan Bu Kasur ada di Komplek Pemakaman Sasono Lelayu, Desa Serayu Larangan.

Gerbang Pemakaman Sasono Lelayu, Desa Serayu Larangan (Dok : Radar Banyumas)

Perjalanan Soerjono, dari Purbalingga untuk Indonesia

 Nama aslinya, Soerjono, lahir sebagai bungsu dari 9 bersaudara pada Jumat Legi, 26 Juli 1912. Nama Soerjono atau Suryono dari kata 'suryo' yang berarti matahari dan 'ono' yang berarti ada. Suryono memang lahir saat matahari terbit alias fajar mulai menyingsing.

Suryono tak sempat lama melihat sosok ayahnya Reksamenggala yang meninggal di usianya yang baru 6 bulan. Ia kemudian menjadi yatim dan diasuh oleh kakak-kakaknya. Namun, Soerjono kecil beruntung karena bisa menikmati pendidikan di Holland Indische School (HIS) Purbalingga, tanah kelahirannya. Ia kemudian meneruskan ke Meer Uitgebreid Laager Onderwijs (MULO) pada 1930 di Magelang.

Setamat dari MULO, dia ingin bekerja sebagai pegawai kantoran. Masa itu ijazah MULO, yang setara SMP, sudah cukup buat melamar kerja kantoran. Akan tetapi, resesi ekonomi di Eropa (malaise) berdampak juga pada Hindia Belanda. Kantor-kantor memotong gaji pegawainya, bahkan merumahkan sehingga niat untuk jadi pegawai pun berantakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline