Lihat ke Halaman Asli

Igoendonesia

TERVERIFIKASI

Catatan Seorang Petualang

Kali Ilang Kedunge antara Ramalan Jayabaya dan Degradasi Lingkungan

Diperbarui: 18 September 2023   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster Diskusi Kali Ilang Kedunge (Dok. Panitia)

Malam itu suasana di Bioskop Misbar, Taman Kota Purbalingga menjadi hangat. Ada puluhan pemerhati lingkungan lintas komunitas di kota itu ngobrol gayeng pada gelaran diskusi bertajuk 'Kali Ilang Kedunge'. Hal itu menyorot fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan yang masif terjadi di Purbalingga akhir-akhir ini.

"Diskusi ini terselenggara karena kepedulian kita adanya kasus kekeringan yang meluas akhir-akhir ini," kata penggagas acara Kris Hartoyo Yahya dari Forum Purbalingga Hijau pada diskusi yang berlangsung Minggu malam (17/09/2023).

Kekeringan yang meluas, kata Tokoh Tionghoa yang akbrab dipanggil Kris Hauw itu, ditengarai karena adanya degradasi lingkungan yang terjadi. Menurutnya, kerusakan alam tentu akan berdampak berbagai bencana, pada musim penghujan semakin mudah banjir dan longsor, jika musim kemarau mudah kekeringan. Hal ini, kata dia, perlu menjadi kepedulian bersama.

Tema diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyitir ramalan Prabu Jayabaya, Raja Kadiri pada abad 12. Ia memprediksi dengan kewaskitaanya bahwa masa depan akan datang kehancuran di mana salah satu ciri-cirinya, Kali Ilang Kedunge, yang artinya kurang lebih "sungai yang kehilangan lubuknya".

Peserta Diskusi Kali Ilang Kedunge (Dok. Panitia)

Perwakilan Perhimpunan Pegiat Alam (PPA) Gasda Gunanto menyampaikan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) per 16 September 2023 yang menyebut bahwa kekeringan terjadi pada 58 desa di 13 kecamatan. Artinya kekeringan hampir terjadi di setiap kecamatan yang ada di Purbalingga.

BPBD dan lintas organisasi / komunitas telah menyalurkan 583 tangki air  setara dengan 2.680.000 liter air untuk 1937 KK yang terdampak dengan jumlah 7403 jiwa. "Jumlahnya akan lebih banyak tentu karena jangkauan bantuan yang terbatas. Ada masyarakat secara mandiri mencari air," kata Gunanto yang menjadi moderator diskusi.

Ketua Komunitas Pegiat Alam Mayapada Rully Suyitno menyebutkan, pecinta alam dan lintas komunitas sudah banyak melakukan kegiatan konservasi, seperti penanaman pohon, bersih sungai, pemeliharaan mata air, pendataan juga sosialisasi dan edukasi. "Kami butuh dukungan dan kolaborasi yang lebih baik dengan seluruh stakeholder agar kegiatan tidak dilaksanakan sporadis tetapi komprehensif dan berkelanjutan," katanya.

Sarwanto, selaku Koordinator Pos Penyuluh Kehutanan (Posluhut) Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah VII Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Jawa Tengah menyatakan degradasi lingkungan memang terjadi. Banyak penggundulan, perusakan dan peralihan lahan hutan menjadi peruntukan lainnya yang kurang bernilai konservasi.

Untuk itu, Sarwanto mengajak semua pihak berkolaborasi dalam kerangka memperbaiki kerusakan lingkungan, salah satunya dengan penanaman. Pihaknya, siap memfasilitasi jika ada kebutuhan bibit juga berkoordinasi dalam penanaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline