Lihat ke Halaman Asli

Igoendonesia

TERVERIFIKASI

Catatan Seorang Petualang

Mahabarata : Elegi Kunti dan Karna

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14002410421647579721

[caption id="attachment_323958" align="aligncenter" width="300" caption="Kunti dalam Serial Mahabarata (Foto : www.startv.in)"][/caption]

Suatu hari di negara bernama Kuntiboja. Datanglah seorang pendeta sakti mandraguna, Resi Durwasa, sebagai tamu kerajaan. Atas perintah Raja Kuntiboja, Ia dijamu langsung oleh putri kerajaan yang cantik jelita, Kunti. Atas jamuanya yang memuaskan, Sang Resi kemudian menganugerahi Kunti sebuat mantra sakti yang bisa memanggil pada dewa untuk memberikan anugerah putra darinya.

Esoknya, kunti mencoba mantra tersebut sambil melihat sang surya terbit. Mantra itu mujarab meski Kunti coba-coba saja, Dewa Surya pun muncul dan memberikan Kunti seorang putra. Tentu saja bukan putra biasa, sebagai anak dewa, Ia dibekali kesaktian dan kelebihan. Namun, anugerah itu justru membuat kunti bingung bukan kepalang. Pasalnya, Ia masih gadis kinyis-kinyis, perawan ting-ting pula, putri kerajaan lagi, wah masa hamil di luar nikah. malu dong..

Pelajaran pertama. Janganlah coba-coba buat anak. Buat anak kok coba-coba. Sebelum, coba-coba buat anak, liat dulu konsekuensinya. Hehe

Akhirnya, setelah melahirkan Kunti dengan terpaksa membuang anaknya, sang Putra Surya, dengan cara menghanyutkanya di Sungai Aswa dalam sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh Adirata yang bekerja sebagai kusir kereta di Hastinapura. Adirata yang tak punya anak dengan senang hati menjadikan bayi itu sebagai anaknya. Apalagi, bayi itu sangat istimewa dan sudah menampakan kehebatan dan keistimewaan dalam dirinya. Ia bersama Radha, istrinya, pun mengasuhnya dengan penuh kasih sayang.

Sejak kecil, meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir yang berkasta rendah, Karna sudah menunjukan olah tanding yang mumpuni. Karna tumbuh sebagai anak yang kuat dan mahir meggunakan panah. Namun, keahlianya itu justru membuat khawatir Adirata dan Radha. Sebab, anak seorang Suta tak layak memiliki keahlian seorang ksatria, apalagi jika sampai melebihinya.

Suatu ketika, saat Karna memenangkan sebuah perlombaan memanah, karena prajurit yang dikusiri olehnya terjatuh, kemenangan itu pun tidak diakui. Ia malah dikecam dan akan dihukum. Namun, diselamatkan Bisma, majikan ayahnya. Sesudah itu, Karna diingatkan untuk tidak belajar olah keprajuritan.

Namun, karna tetalah karna. Ia memberontak dan bersumpah akan membuktikan kekuatanya pada dunia bahwa seseorang harus diakui karena kekuatan atau keahlianya bukan karena status atau kastanya. Karna pun pergi mengembara.

Ia kemudian sampai ke perguruan Guru Drona yang sedang mengajar pada Pandawa dan Kurawa. Meski melihat kemampuanya yang mengagumkan, Drona menolak menjadikan anak kusir kereta itu sebagai murid karena Ia hanya sudi mengajar kaum ksatriya saja.

Akkibat selalu ditolak, Radheya (anak Radha, nama lain Karna) menyamar menjadi kaum Brahmana agar mendapatkan pendidikan dari Begawan Parasurama. Begawan Sakti itu adalah guru dari Bhisma dan Guru Drona, jadi. Karna pun dididik menjadi ksatria dengan keahlian memanah yang mumpuni dan pilih tanding. Namun, kebohongan itu akhirnya terkuak, Ia dikutuk oleh Parasurama agar ilmu yang diajarkannya tidak berguna lagi untuk Karna suatu saat nanti.

Beberapa tahun kemudian, Hastina pura tengah menggelar adu kehebatan antar pangeran untuk menunjukan hasil pendidikan bertahun-tahun oleh Guru Drona. Setelah melaui berbagai tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa Arjuna adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah, setelah mengalahkan pangeran terkuat Kurawa, Duryodana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline