Berdasarkan artikel dari JawaPos.com yang ditulis oleh Dyah Ratna Meta Novia berjudul "Peneliti: Game Bukan Penyebab Utama Kekerassan", dikatakan bahwa faktor keluarga dan sosial lebih berpengaruh. Beberapa fakta juga tercantum, antara lain: kutipan dari Hilary Clinton pada tahun 2005, "bermain video game kekerasan untuk remaja sama seperti merokok tembakau untuk kanker paru-paru"; bagaimana Presiden Trump menyalahkan game atas penembakan sekolah; dan bagaimana sebuah peneilitian yang dilakukan oleh DeCamp dan Ferguson membuktikan bahwa tingkat kebrutalan sebuah game tidak berpegaruh terhadap kelakuan seorang anak dibanding dengan pengaruh keluarga dan lingkuangan sosialnya.
Selain itu, penulis juga menulis artikel ini karena ia beropini bahwa game sering kali dianggap sebagai penyebab tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak muda. Dari keseluruhan artikel, dapat dilihat bahwa tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk membuktikan kesalahan pemahaman tersebut. Ragam bahasa yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah ragam terpelajar, karena didukung oleh penelitian-penelitian dan orang-orang yang banyak dikenal.
Artikel yang kedua diambil dari seributujuan.id yang ditulis oleh Alisha Saadiya dan Syenni Budiman berjudul "Apakah video games menyebabkan kekerasan?". Dari artikel tersebut, terdapat beberapa informasi yang merupakan fakta, yaitu: bagaimana Presiden Amerika Donald Trump menyalahkan video game atas penembakan massal di sebuah Walmart di Texas, dan bagaimana penelitian-penelitian yang dilakukan ada yang berkontradiksi, dimana ada yang mengatakan bahwa kekerasan disebabkan oleh game itu sendiri dan ada yang mengatakan disebabkan oleh daya saing yang ditimbulkan. Menurut opini penulis, sudah jelas bahwa tidak ada bukti yang benar-benar membuktikan korelasi antara kekerasan dengan video game, dan penulis juga beropini bahwa komentar yang dibuat Presiden Trump merupakan klaim yang disebabkan oleh rasa takut terhadap media. Keseluruhan artikel ini didasarkan oleh penelitian-penelitian, oleh sebab itu ragam bahasa artikel ini adalah ragam terpelajar.
Konsep tema yang disampaikan dari kedua artikel sama, yakni mengenai ketidak-ada-hubungannya kekerasan dengan video game. Penghubungan kedua aspek ini sudah lama terjadi, hingga banyak ilmuwan yang menghabiskan waktu untuk membuktikan sisi negatif video game. Tetapi, menurut Sarah Mayr, seorang psikolog Jerman, ia berpendapat untuk memfokuskan penelitian ke sisi positif dari video game bagi anak-anak.
Untuk melihat bahwa video game adalah unsur utama yang menyebabkan kekerasan, adalah seperti orang yang menggunakan kacamata kuda. Orang itu hanya terfokus untuk memastikan kekerasan yang disebabkan video game tetapi tidak melihat unsur-unsur lain yang mungkin berkontribusi terhadap perilaku itu, seperti kacamata kuda yang hanya bisa melihat ke depan saja.
Menurut saya, konsepsi video game dan kekerasan akan hilang kedepannya. Seiring dengan makin canggih dan makin diperlukannya teknologi, masyarakat bisa semakin mengerti apa manfaat dan video game, yakni sebagai hiburan dan sebagai proses latihan aspek keterampilan manusia, seperti latihan memori, reaksi, akurasi, dan lain-lain. Dengan itu, diharapkan bahwa warga yang terpastikan bahwa video game menyebabkan kekerasan akan hilang dalam 10 ke 20 tahun ke depan.
Untuk mengatasi masalah ini, hal yang paling utama dilakukan adalah untuk meningkatkan sikap toleransi seseorang. Bila video game cukup untuk ditoleransi dan diketahui cara kerjanya, seseorang akan bisa menerimanya dan bisa tahu mengapa masalah ini seharusnya tidak harus dipermasalahkan sama sekali. Hal ini tentunya juga harus diimbangkan dengan tidak adiksinya seseorang dalam bermain, karena akar dari masalahnya juga disebabkan oleh seringnya jenis bermain game-game seperti ini.
Dapat simpulkan bahwa solusi utama dalam mengatasi masalah ini adalah sikap toleransi untuk lebih mengetahui cara kerja dari video game itu sendiri. Dengan melakukan itu, masalah ini seharusnya dapat dihilangkan. Jadi, saya sama sekali tidak setuju bila video game adalah unsur utama yang menyebabkan kekerasan dalam perilaku anak-anak, sebab unsur-unsur seperti sosialisasi dengan keluarga dan teman lebih mempengaruhi hal tersebut.
Dikoreksi oleh: JW17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H