Lihat ke Halaman Asli

Ignatia Helena T.S.

Pelajar SMPN 20 Malang

Puisi: Kakek Renta Penjual Balon

Diperbarui: 12 Desember 2022   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kakek penjual balon | tribunnews.com by grid.id

Kala siang datang,
panas terik menyengat
menusuk ke pori-pori
keringat pun jatuh tanpa diminta

Kususuri jalan pulang
melewati perkampungan padat
menyusuri jalan setapak
kuseberangi jembatan,
di atas sungai kecil beriak dekat pemakaman

Lagi-lagi aku tertegun,
memandang seorang kakek renta
dengan sepeda tuanya
dengan balon warna-warni
terikat di stang sepedanya

Sepanjang hari ia duduk termenung
di emperan toko Bu Ninik
dagangannya masih utuh
sebagian terlihat merunduk layu

"Belum laku nduk…"
jawabmu ketika kuberanikan bertanya
kupejamkan mata, tak terasa airmataku pun jatuh
masih ada orang yang lebih menderita
mengapa aku masih saja mengeluh?

Setiap hari aku menghampirinya
kubawa sebotol air minum dan sepotong roti  untuknya
aku memberi bukan karna aku kaya,
aku hanya ingin berbagi sedikit yang kupunya

Siang hari,
di hari kesebelas
tak kutemui lagi kakek penjual balon itu
di emper toko biasanya

Gerimis datang,
membawa berita laksana petir
Kakek penjual balon telah tiada tadi malam
diserang sakit yang dideritanya
membawanya kembali berpulang

Tak terasa air mataku menetes
aku panjatkan doa untuknya
seperti ada yang hilang
tak ada lagi yang menungguku
di emperan toko biru itu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline