Tahun 2018 sudah menyajikan beberapa peristiwa kemanusiaan yang dengan mudah akan membuat kita bertanya, jika Tuhan memang ada dan mengutus Yesus ke dunia, mengapa kesusahan terus berlangsung ? Peristiwa gempa di Lombok, Tsunami di Palu dan Banten serta jatuhnya Lion Air di perairan Tangerang masih membekas dengan segar.
Tentu saja kita tidak bisa memberikan jawaban yang pasti mengapa peristiwa menyedihkan itu terjadi. Kita tidak dapat menyalahkan apabila orang memutuskan untuk menginggalkan Tuhan, seperti perang Dunia pertama dan kedua ketika banyak tentara di kedua belah pihak bertempur dengan nama Tuhan telah membuat Eropa menjadi sangat sekuler.
Di Eropa 2018 menandai 100 tahun berakirnya perang Dunia pertama. Ketika serdadu di kedua pihak mendapatkan bimbingan rohaniwan, tidak mengherankan apabila pertanyaan yang muncul apakah Tuhan memang merestui ajang pembantaian tersebut. .. Di Indonesia kekerasan atas nama agama masih tengah berlangsung.
Malam ini ketika sedang termenung di ruang duduk, pintu kaca yang mengarah ke beranda menyajikan fenomena fisika optik refleksi sempurna. Refleksi yang disebakan oleh gerakan gelombang cahaya ketika melintasi medium yang berbeda yang menyajikan 3 buah pohon Natal.
Secara pribadi saya masih melihat science sebagai Filsafat Alam (Natural Philosophy), salah satu medium untuk mereflksikan filosfi ke-Tuhanan yang lebih abstrak sifatnya.
Saat refleksi ini membuat saya berharap agar kedamian meliputi para korban bencana tersebut. Yang lebih penting adalah agar mereka yang bisa menolong selalu mementingkan kemanusiaan... Ada persaaan malu ketika nasionalisme menjadi alasan untuk menghambat relawan asing memberikan bantuan di Palu. Ada perasaan jengah ketika respon di Palu dan Lombok diwarnai oleh sentimen keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H