Lihat ke Halaman Asli

ignacio himawan

ilmu terapan untuk keseharian

KFX/IFX Pesawat Tempur Impian?

Diperbarui: 30 Agustus 2017   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Model KFX/IFX di pameran Indo Defence 2014 (sumber : antara/Ade Marboen)

Belum lama ini Menhan kembali mendengungkan permasalahan independensi dalam penyediaan alutisista, sebuah sentimen nasionalisme yang pernah didengungkan SBY. Saat itu kebijakan ini berbuntut pada program Indonesian Fighter - Experimental (IF/X) yang merupakan rekan yunior dari program KF-X milik Korea Selatan. Alasan yang dikemukakan dan tentu saja mendapat dukungan dari para nasionalis adalah kegagalan TNI-AU untuk mendapatkan suku cadang bagi F-16 karena embargo AS di tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an sehingga armada tersebut yang layak terbang mungkin tinggal 2-4 peswat saja saat itu. Saya jadi tertarik untuk mengupas program IF-X dan independensi alutsista, namun ada baiknya melihat sedikit latar belakang KF-X.

KF-X pada dasarnya adalah kompromi antara hasarat nasionalisme teknokrat dan pragmatisme Republic of Korea Air Force (ROKAF). Di satu pihak para teknokrat melihat KF-X sebagai kelanjutan TF-X yang menelurkan T-50 dan FA-50 untuk menempatlan Korea di klub yang sama dengan rivalnya, Jepang, yang memiliki reputasi panjang sejak Perang Dunia II hingga ke program ATD-X. Di pihak lain adalah kebutuhan nyata ROKAF untuk meremajakan armada peswat tempur generasi keempat, F-15 dan F-16 dalam menghadapi Cina yang mengambil sikap asertif di Asia Timur dan mulai menggelar pesawat generasi 4 (terutama Su-27 dan derivasinya) dalam jumlah besar. Spesifikasi KF-X tampaknya tidak lebih daripada pesawat tempur generasi 4.5 yang terhebat (dalam kelas ini ada Euro Fighter Typhoon dan Dassault Raffale). Secara kuantitaif pesawat tersebut harus lebih hebat daripada F-16  dengan radius operasional 50% lebih besar dan umur opersional yang 34% lebih panjang. 

Mengapa KF-X menggunakan F-16 sebagai tolok ukur ? Karena dibalik semua celoteh kehebatan Su-27, Mig29 dll, F-16 masih merupakan pesawat tempur yang paling handal saat ini. Pugachev  manuver Su-27 dan Mig-29, dimana pesawat berhenti diudara secara tiba-tiba untuk membuat anggukan laksana ular Kobra, sebenarnya tidak lebih dari pertunjukan anak (pilot pesawat tempur mana yang mau membuang energi kinetik ketika bertarung diudara ? Anda pernah mencoba balapan mobil dan harus mengerem tiba-tiba untuk kemudian menekan gas kembali ?). F-16 praktis satu-satunya pesawat tempur generasi keempat yang mampu melakukan manuver 9-G dengan konfigurasi tempur (baca membawa rudal, untuk perbandingan Mig-29 tidak membawa senjata ketika melakukan manuver Pugachev). 

Kemampuan ini tentunya membatasi usia kerangka F-16 sehingga banyak F-16 bekas pakai USAF memiliki umur struktur operasional yang sudah tidak terlalu panjang. Karena ukurannya F-16 memang memiliki jarak operasional terbatas. Dari segi rasio gaya dorong mesin dan berat pesawat, F-15 sebenarnya tidak lebih hebat dari F-16, namun ukuran F-15 yang lebih besar memungkinkan pesawat tersebut untuk beroperasi lebih lama.

Sebelum iterasi terakhir yang muncul di Indo Defence 2014, hasil kompromi antara teknokrat dan kelompok pragmatis telah menelurkan setidaknya dua rancangan. Yang pertama tidak lebih dari super F-16 (diperbesar sedikit dengan modifikasi untuk mengurangi pantulan radar). Yang kedua adalah proposal dari Boeing : F-15 Silent Eagle dengan ekor yang dimiringkan seperti F-22 untuk mengurangi pantulan radar dan isi perut yang 100% baru. Kedua proposal ini ditolak karena hanya memberi ruang gerak yang sangat terbatas sebagai wahana untuk menguasai teknologi pesawat tempur.

***

Dalam itersi rancangan terbaru, bentuk luar KF-X/IF-X  memang mencerminkan teknologi pesawat tempur generasi ke-5. Secara aerodinamis, bentuknya tidak terlalu efisien demi measang permukaan yang menyebarkan gelombang radar seperti ditemui di F-22 dan F-35, namun tidak ke bentuk ekstrem milik F-117 yang menyebabkan peswat tersebut dijuluki The Wobbly Goblin -- di kurcaci mabuk karena memang tidak dapat terbang lurus dengan mudah. Di sini cukup jelas kalau para perancang KF-X/IF-X sebenarnya mentarget generasi 5, seperti para insinyur Jepang yang membidani Mistubishi X-2 (nama ATD-X saat ini). Namun mesin kembar di KF-X/ IF-X (sebagaimana juga di X-2) menunjukan sebuah keterbatasan serius. 

F-22 dirancang untuk memiliki mesin kembar agar dapat beroperasi jangka panjang di udara sebagai pendekar utama (air superiority fighter) untuk menggantikan F-15. Dalam fungsi ini F-22 harus dapat berpatroli untuk jangka waktu lama guna mencegat mush yang nekat untuk bertarung. F-35, sebagai pengganti F-16 dirancang untuk menjadi petarung jangka pendek, idealnya langsung bertarung kemudian pulang ke kandang sehingga tidak membutuhkan kemampuan untuk terbang jangka panjang. Kedua pesawat ini memiliki teknologi mesin pesawat tempur yang paling hebat saat ini  (mesin F-119 untuk F-22 dan F-135 untuk F-35). 

Sementara itu teknologi mesin yang lain hanya memiliki 40%-50% dari gaya dorong F-135. Di sini termasuk EJ-200 buatan konsorisum Eropa yang dipakai oleh Eurofighter Typhoon, F404, F414 buatan General Electric (GE) yang dipakai di F-18E/F Super Hornet, IHI X-5 yang dirancang dan dibuat di Jepang khusus untuk X-2 dan segudang mesin Rusia yang dipakai oleh Cina. 

Sebagai catatan pentingi AS menguasai teknologi logam panas -- penting untuk meningkatkan gaya dorong dan memperpanjang umur mesin -- yang jauh lebih tinggi dari negara lain. Semua mesin Rusia mempunyai permasalahan di sini (Baca gaya dorong yang di iklankan tidak lebih dari kecap nomor satu dan harus cepat turun mesin karena permasalahan daya tahan logam).

ATD-X dan F-22 (sumber :judgesuhov.livejournal.com)

Saat ini KF-X mengandalkan mesin F414 buatan GE. Dari uraian sebelumnya, tampak cukup jelas bahwa KF-X yang memiliki dimensi yang mirip F-35 namun membutuhkan sepasang F414 hanya untuk sekedar mendapatkan gaya dorong yang setara dengan F-35 yang didapat dari satu buah mesih F-135. Saya cukup yakin kalau hal ini berarti KF-X akan memiliki rasio gaya dorong terhadap berat yang tidak lebih baik daripada F-35. Kemungkinan besar KF-X akan lebih inferior karena berat dua mesin dengan sistem penunjangnya akan lebih berat daripada satu mesin yang bererti untuk total daya yang sama KF-X  mungkin akan lebih lambat daripada F-35. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline