Pragmatisme adalah aliran filsafat yang muncul pada abad ke-19, yang berpendapat bahwa kebenaran suatu ide atau gagasan diukur berdasarkan kegunaannya dalam kehidupan nyata. Menurut (Kosasih, 2022) aliran pragmatisme dalam filsafat berpandangan bahwa kriteria kebenaran sifatnya menjadi relatif dan tidak mutlak. Menurut pragmatisme, suatu ide atau gagasan dianggap benar jika ide atau gagasan tersebut dapat menyelesaikan masalah atau memberikan manfaat dalam kehidupan nyata. Pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti "perbuatan" atau "tindakan" (Sadulloh, 2007). Aliran ini menekankan pentingnya praktik dalam kehidupan manusia. Instrumentalisme dan eksperimentalisme adalah nama lain dari aliran pragmatisme.
Pragmatisme berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan melalui pemikiran abstrak atau perdebatan teoretis, tetapi harus diuji dalam praktik. Dengan menyelaraskan teori dengan praktik, kita dapat membangun pemahaman yang kokoh. Aliran ini dikenal sebagai instrumentalisme karena mereka percaya bahwa intelegensi manusia, kekuatan utama manusia, dapat digunakan sebagai alat (instrumen) untuk mengatasi semua masalah dan tantangan Pendidikan. Pragmatisme berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan melalui pemikiran abstrak atau perdebatan teoretis, tetapi harus diuji dalam praktik. Selain berkembang di Amerika Serikat, aliran ini juga berkembang di Inggris, Perancis, dan Jerman.
William James adalah orang yang membuat gagasan-gagasan dari aliran ini populer di seluruh dunia. Dia juga dikenal luas sebagai ahli psikologi. John Dewey adalah tokoh pragmatis lainnya. Tokoh tokoh penting dalam aliran pragmatisme adalah Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey. Peirce dianggap sebagai pendiri aliran pragmatisme. James mengembangkan pragmatisme menjadi aliran yang lebih populer. Jhon Dewey, sebagai tokoh dari aliran pragmatisme mengimplementasikan pragmatisme dalam bidang pendidikan. Dalam perspektif pragmatisme, pendidikan bukanlah suatu proses yang membentuk individu dari luar, juga bukan sekedar pemberkahan kekuatan-kekuatan laten yang berkembang dengan sendirinya. Lebih tepatnya, pendidikan dipahami sebagai suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Artinya, setiap manusia selalu belajar melalui pengalamannya sendiri. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai upaya untuk mengorganisir kembali dan membangun kembali pengetahuan serta pemahaman individu berdasarkan pengalaman yang telah dijalani (Priyanto, 2017).
Pragmatisme dalam pendidikan menekankan pada keterhubungan antara teori dan praktik. Konsep ini berfokus pada bagaimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di sekolah dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. Pragmatisme juga memiliki kaitannya dengan humanisme pendidikan yang dapat dilihat pada bagan dibawah berikut (George R. Knight, dalam Wasitohadi, 2012).
Dari bagan di atas, tampak bahwa kaitan sekaligus pengaruh filsafat pragmatisme terhadap humanisme pendidikan modern terwujud melalui pengaruh teori pendidikan progresivisme. Pragmatisme juga mempengaruhi pendidikan baik secara langsung maupun tidak, melalui rekonstruksionisme, futurisme, dan deschooling dalam pendidikan. Progresivisme berakar pada pragmatisme. Progresivisme melihat peserta didik sebagai makhluk yang aktif dan kreatif. Kreativitas tersebut hanya dapat diperoleh melalui pengalaman. Sebagai makhluk sosial, proses belajar peserta didik akan lebih berhasil di dalam ikatan dengan kelompok.
Dalam hal ini, guru lebih sebagai fasilitator dalam proses belajar dan pendidikan mempunyai multi fungsi untuk pengembangan fisik, emosional, sosial dan intelektual anak. Aliran progresivisme di dalam pendidikan memunculkan aliran rekonstruksionisme yang melihat pendidikan sebagai agen perubahan sosial, politik dan ekonomi. Selain itu, progresivisme juga percaya kepada kemajuan masyarakat melalui langkah-langkah yang tersusun, ke arah masa depan (futurisme) namun bukan suatu utopia masa depan. Progresivisme didasarkan kepada paham liberalisme, yaitu kepercayaan kepada prosedur publik dan bukan kepada hal-hal yang tidak transparan. Oleh sebab itu, progresivisme menekankan kepada pentingnya menumbuhkan konsensus atau kesepakatan-kesepakatan.
Peranan pragmatisme dalam pendidikan modern dapat dilihat dalam beberapa aspek yaitu, Kurikulum, kurikulum berbasis pragmatisme menekankan pada relevansi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Metode Pembelajaran, metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran kolaboratif, dan pembelajaran berbasis masalah, merupakan implementasi dari prinsip-prinsip pragmatisme. Peran Guru, guru dalam pendidikan pragmatis berperan sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan sebagai penyampai informasi semata. Guru mendorong siswa untuk aktif bertanya, bereksperimen, dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Kesimpulan: