Lihat ke Halaman Asli

Iga Pertiwi

Mahasiswa

Miris! Pembelajaran Daring Menurunkan Karakter Siswa

Diperbarui: 17 Juni 2023   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semenjak pandemi Covid-19 dan penyebaran penyakit  ini  begitu  cepat  bahkan  menimpa  hampir  seluruh  negara  di  dunia terserang virus tersebut. Penyebaran yang begitu cepat membuat pemerintah harus pintar dalam menangani kasus penyebaran covid19 agar tidak semakin meningkat. Salah satu caranya adalah menerapkan sistem lockdown. Lockdown diambil dari bahasa Inggris, artinya adalah terkunci. Jika dikaitkan dalam istilah teknis dalam kasus COVID-19, arti lockdown adalah mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara (Indra Martias,2021). Dengan demikian semua aktifitas yang biasa dilakuakan diluar rumah harus terpaksa ditiadakan dan dilakukan di rumah. Salah satunya yaitu sekolah dari rumah atau melakukan pembelajaran secara online/daring  tanpa melakukan kontak fisik. Pembelajaran  daring  merupakan  pemanfaatan  jaringan  internet  dalam  proses pembelajaran  (Isman  dalam Sobron  2019:2). Pembelajaran daring/online adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan tanpa harus bertatap muka, melainkan melalui perantara berupa media online contohnya seperti Zoom, WhatsApp,Gmeet dan lainnya. Dengan begitu diharapkan dapat mengurangi potensi penyebaran covid-19.Akan tetapi dengan diterapkannya pembelajaran secara daring berimbas pada menurunnya pendidikan karakter pada siswa.

Semenjak pembalajaran daring diterapkan dimasa pandemi Covid-19, pendidikan karakter siswa cenderung menurun. Hasil survei yang disampaikan Muhamad Murtadlo, koordinator survei karakter Kementerian Agama, pada Seminar hasil Survei Nasional 2021 yang diselenggarakan di Swiss-Bellhotel Serpong, 12-13 Agustus 2021 menyatakan bahwa secara rata rata indeks karakter siswa menurun dibandingkan indeks tahun sebelumnya, dan penyebabnya diduga karena efek pendemi covid 19 terutama karena adanya proses pembelajaran secara online/daring. Penyebab utama yaitu karena kurangnya pengawasan guru dan orang tua,  kurangnya  kesadaran  diri,  kurangnya  adaptasi,  serta  kemajuan  teknologi  menjadi penyebabnya.

            Masih  banyak siswa yang  belum menyadari pentingnya menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka  yang terpenting hanyalah  bagaimana  memperoleh  nilai  yang  maksimal.Perubahan karakter terjadi pada beberapa siswa yang  semula  saat  pembelajaran  offline/luring  mereka  rajin  dan  semangat  untuk  belajar namun menjadi malas saat pembelajaran daring. Misalnya yaitu kebiasaan disiplin,  dari yang biasa  bangun  pagi,  mandi,  dan  siap-siap berangkat  ke  sekolah  kini berubah hanya di rumah saja, kebiasaan yang melatih disiplin seperti masuk kelas tepat waktu, memakai seragam, dan berpenampilan rapi. Ada pula penurunan pada tingkat  kejujuran  siswa. Hal ini  dapat  dilihat seperti  banyaknya siswa yang melakukan  kecurangan seperti saat  presensi terlambat, mencari jawaban ulangan dari Google, dan mencontek teman, karena meraka berfikir yang terpenting mendapat nilai yang bagus. Kemudian ada pula terkait bagaimana  menghormati orang lain khususnya kepada orang yang lebih tua. Dulu jika bertemu dengan guru atau orang yang lebih tua akan menunduk hormat atau menyapanya, berbeda dengan siswa zaman sekarang yang bahkan hanya acuh. Banyak siswa yang meremehkan hal tersebut, saat mengobrol mereka menganggap seperti mengobrol dengan teman sendiri, yaitu dengan menggunakan bahasa yang bisa dikatakan kurang sopan, misalnya seperti memanggil dengan kata 'hey' dan dengan nada yang berteriak. Jadi bisa dikatakan bahwa pendidikan karakter saat ini sangatlah memprihatinkan.

Sedangkan pendidikan karakter merupakan hal yang sangat penting untuk generasi muda, karena mereka akan menjadi kunci keberhasilan pada suatu bangsa. Sebagai penerus bangsa mereka diharapkan bukan hanya pintar secara intelektualnya saja namun juga harus pintar secara moral atau karakternya.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari rumusan  yang disampaikan  Kemendiknas  (Raihan Putry,  2018:45-46),  nilai-nilai  karakter  meliputi  religius,  jujur,  disiplin,  toleransi,  kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai  prestasi,  bersahabat/komunikatif,  cinta  damai,  gemar  membaca,  peduli lingkungan,  peduli  sosial,  dan  tanggung  jawab. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Melihat kasus diatas, maka guru dan orang tua merupakan peran utama dalam menumbuhkan kembali karakter siswa saat ini. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Seorang guru dituntut untuk selalu peka terhadap siswanya. Guru berperan tidak hanya menasehati siswa, tetapi juga harus mencontohkan dan mengimplementasikan bagaimana cara berperilaku atau mempunyai karakter yang baik. Karena guru merupakan sosok yang menjadi teladan di lingkungan sekolah. Sedangkan peran orang tua, mereka harus membuat rumah menjadi lingkungan yang nyaman, aman serta dipenuhi dengan kasih sayang. Peran yang dilakukan orang tua dalam membentuk karakter anak dengan mendidik anak sejak usia dini dengan menanamkan pendidikan agama, nilai-nilai dan norma-norma dimana anak tinggal, strategi yang dilakukan yaitu keteladanan, pembiasaan, nasihat, reward dan punishment (Salwiah dkk, 02:2022). Jadi lingkungan rumah menjadi tempat pertama dalam proses pembelajaran karakter pada anak, sehingga orang tua harus selalu membimbing dan mengawasi anak-anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline