Semenjak pandemi Covid-19 dan penyebaran penyakit ini begitu cepat bahkan menimpa hampir seluruh negara di dunia terserang virus tersebut. Penyebaran yang begitu cepat membuat pemerintah harus pintar dalam menangani kasus penyebaran covid19 agar tidak semakin meningkat. Salah satu caranya adalah menerapkan sistem lockdown. Lockdown diambil dari bahasa Inggris, artinya adalah terkunci. Jika dikaitkan dalam istilah teknis dalam kasus COVID-19, arti lockdown adalah mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara (Indra Martias,2021). Dengan demikian semua aktifitas yang biasa dilakuakan diluar rumah harus terpaksa ditiadakan dan dilakukan di rumah. Salah satunya yaitu sekolah dari rumah atau melakukan pembelajaran secara online/daring tanpa melakukan kontak fisik. Pembelajaran daring merupakan pemanfaatan jaringan internet dalam proses pembelajaran (Isman dalam Sobron 2019:2). Pembelajaran daring/online adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan tanpa harus bertatap muka, melainkan melalui perantara berupa media online contohnya seperti Zoom, WhatsApp,Gmeet dan lainnya. Dengan begitu diharapkan dapat mengurangi potensi penyebaran covid-19.Akan tetapi dengan diterapkannya pembelajaran secara daring berimbas pada menurunnya pendidikan karakter pada siswa.
Semenjak pembalajaran daring diterapkan dimasa pandemi Covid-19, pendidikan karakter siswa cenderung menurun. Hasil survei yang disampaikan Muhamad Murtadlo, koordinator survei karakter Kementerian Agama, pada Seminar hasil Survei Nasional 2021 yang diselenggarakan di Swiss-Bellhotel Serpong, 12-13 Agustus 2021 menyatakan bahwa secara rata rata indeks karakter siswa menurun dibandingkan indeks tahun sebelumnya, dan penyebabnya diduga karena efek pendemi covid 19 terutama karena adanya proses pembelajaran secara online/daring. Penyebab utama yaitu karena kurangnya pengawasan guru dan orang tua, kurangnya kesadaran diri, kurangnya adaptasi, serta kemajuan teknologi menjadi penyebabnya.
Masih banyak siswa yang belum menyadari pentingnya menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka yang terpenting hanyalah bagaimana memperoleh nilai yang maksimal.Perubahan karakter terjadi pada beberapa siswa yang semula saat pembelajaran offline/luring mereka rajin dan semangat untuk belajar namun menjadi malas saat pembelajaran daring. Misalnya yaitu kebiasaan disiplin, dari yang biasa bangun pagi, mandi, dan siap-siap berangkat ke sekolah kini berubah hanya di rumah saja, kebiasaan yang melatih disiplin seperti masuk kelas tepat waktu, memakai seragam, dan berpenampilan rapi. Ada pula penurunan pada tingkat kejujuran siswa. Hal ini dapat dilihat seperti banyaknya siswa yang melakukan kecurangan seperti saat presensi terlambat, mencari jawaban ulangan dari Google, dan mencontek teman, karena meraka berfikir yang terpenting mendapat nilai yang bagus. Kemudian ada pula terkait bagaimana menghormati orang lain khususnya kepada orang yang lebih tua. Dulu jika bertemu dengan guru atau orang yang lebih tua akan menunduk hormat atau menyapanya, berbeda dengan siswa zaman sekarang yang bahkan hanya acuh. Banyak siswa yang meremehkan hal tersebut, saat mengobrol mereka menganggap seperti mengobrol dengan teman sendiri, yaitu dengan menggunakan bahasa yang bisa dikatakan kurang sopan, misalnya seperti memanggil dengan kata 'hey' dan dengan nada yang berteriak. Jadi bisa dikatakan bahwa pendidikan karakter saat ini sangatlah memprihatinkan.
Sedangkan pendidikan karakter merupakan hal yang sangat penting untuk generasi muda, karena mereka akan menjadi kunci keberhasilan pada suatu bangsa. Sebagai penerus bangsa mereka diharapkan bukan hanya pintar secara intelektualnya saja namun juga harus pintar secara moral atau karakternya. Hal ini dapat dilihat dari rumusan yang disampaikan Kemendiknas (Raihan Putry, 2018:45-46), nilai-nilai karakter meliputi religius, jujur, disiplin, toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Melihat kasus diatas, maka guru dan orang tua merupakan peran utama dalam menumbuhkan kembali karakter siswa saat ini. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Seorang guru dituntut untuk selalu peka terhadap siswanya. Guru berperan tidak hanya menasehati siswa, tetapi juga harus mencontohkan dan mengimplementasikan bagaimana cara berperilaku atau mempunyai karakter yang baik. Karena guru merupakan sosok yang menjadi teladan di lingkungan sekolah. Sedangkan peran orang tua, mereka harus membuat rumah menjadi lingkungan yang nyaman, aman serta dipenuhi dengan kasih sayang. Peran yang dilakukan orang tua dalam membentuk karakter anak dengan mendidik anak sejak usia dini dengan menanamkan pendidikan agama, nilai-nilai dan norma-norma dimana anak tinggal, strategi yang dilakukan yaitu keteladanan, pembiasaan, nasihat, reward dan punishment (Salwiah dkk, 02:2022). Jadi lingkungan rumah menjadi tempat pertama dalam proses pembelajaran karakter pada anak, sehingga orang tua harus selalu membimbing dan mengawasi anak-anaknya.