Lihat ke Halaman Asli

Konsep Manusia Pemikiran Nietzsche

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kehendak untuk Berkuasa dan Manusia Unggul : Filsafat Friederich Nietzsche

Friederich Nietzsche dilahirkan oleh keluarga yang taat pada agama. Ayahnya adalah seorang pendeta terkemuka sedangkan ibunya adalah oenganut agama Kristen yang taat. Garis panjang kependetaan membentang dari keluarga ayahnya. Pola hidup lebih teratur ketimbang seorang Immanuel Kant. Kematian ayahnya yang masih relative muda, membuat pola asuh ibunya lebih dominan.

Teman-teman sekolah memanggil Nietzsche dengan sebutan “Pendeta Kecil” bahkan beberapa ada yang menggambarkannya sebagai “serang Jesus yang hidup kesepian di Biara”.Nietzshe memiliki kesenangan membaca Bible atau membacakannya untuk orang lain agar mereka memcucukan air mata. Dalam dirinya terdapat semangat, kehormatan dan kebanggaan. Nietzsche menghabiskan seluruh hidupnya untuk mencari “perlengkapan” fisikal dan inteletual, agar maskulinitas yang diidealkannya semakin kokoh dan kuat.

Nietzsche mengembangkan filsafat etika berdasarkan teori evolusi. Baginya kalau hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi dimana organismeyang paling pantas untuk hiduplah yang berhak untuk terus melangsungkan kehidupannya, maka kekuatan adalah kebajikan yang utamadan kelemahan adalah kebburukan yang memalukan.Yangbaik adalah yang mampu melangsungkan kehidupan, yang Berjaya dan menang yang buruk adalah yang tidak bisa bertahan, yang terpuruk dan kalah.

Hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Dan dalam pertarungan yang kita namakan kehidupan itu, kita tidak memerlukan kebaikan melainkan kekuatan; yang dibutuhkan dalam hidup bukanlah kerendahan hati melainkan kebanggaan diri; bukan altruism, melainkankecerdasan yang amat tajam. Dan hukum bukanlah hukum yang dibuat oleh manusia, melainkan hukum yang dibuat oleh alam: kesaaan dan demokrasi bertentangan dengan kenyataan seleksi alam dan kelangsungan hidup; keadilan berlawanan dengan kekuasaan yang merupakan wasit sejati dari seluruh perbedaan dan seluruh nasib makhluk hidup.

Manusia Unggul

“Bukan menjadi manusia yang merupakan tujuan hidup yang sejati, melainkan menjadi Manusia Unggul”. “Umat manusia tidak ditingkatkan atau diperbaiki, karena dalam kenyataan tidak ada umat manusia itu adalah abstraksi; yang ada adalah sarang semut individu.” Masyarakat adalah alat untuk meningkatkan kekuatan dan kepribadian individu-individu; kelompok bukanlah menjadi tujuan.

Manusia unggul tidak dilahirkan dari alam. Proses biologis sering tidak adil terhadap individu-individu yang luar biasa; alam sangat kejam pada produknya paling baik; alam lebih mencintai dan melindungi manusia yang rata-rata dan sedang-sedang saja; di dalam alam terdapat persimpangan yang terus menerus pada “jenis-jenis” manusia. Oleh sebab itu, Manusia Unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi alam, melalui perbaikan kecerdasan dan pendidikan yang meningatkan derajat dan keagungan individu-individu.

Calon Manusia Unggul yang baru lahir membutuhkan peningkatan kecerdasan. “Intelek melulu tidak membuat manusia jadi mulia; sebaliknya selalu perlu sesuatu untuk memuliakan intelek. Lalu apa yang dibutuhkan ? Darah..” Setelah itu diperlukan pendidikan yang keras, dimana kesempurnaan merupakan materi utamanya dan tubuh di latih untuk memerintah dan mematuhi perintah.” Pendidikan untuk Manusia-Manusia Unggul haruslah sedemikian keras, sehingga mereka mampu membuat tragedy menjadi komedi; “Ia yang berjalan menyusuri gunung-gunung tertinggi akan menertawakan semua tragedi.”

Energi, intelek dan kehormatan atau kebanggaan diri ini semua membuat Manusia Unggul. Namun kesemuanya itu harus selaras: gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang masih kabur kedalam kekuatan satu kepribadian. “Kesengsaraan bagi para pemikir ibarat tanah subur bagi tanaman.” Siapa yang segala tingkah lakunya hanya mengikuti implus-implusnya ? Mereka adalah manusia-manusia dungu yang lemah, yang kurang memiliki kekuatan untuk hidup dan bertahan; mereka tidak cukup kuat untuk mengatakan Tidak; mereka adalah pecundang, manusia dekaden. Hal yang terbaik adalah mendisiplinkan diri, berbuat keras terhadap diri sendiri. “Manusia yang tidak ingin jadi komponen massa, berhentilah memanjakan diri sendiri.” Kita harus keras kepada orang lain, tetapi terutama pada diri kita sendiri; kita harus mempunyai tujuan dalam menghendaki apa saja, kecuali berkhianat pada teman sendiri, itulah tanda kemuliaan, rumus akhir Manusia Unggul.

Dekadasi

Salah satu jalan menuju manusia unggul adalah melalui aristokrasi. Demokrasi adalah suatu penyimpangan. Demokrasi harus dilenyapkan sebelum terlambat. Demokrasi adalah izin yang diberikan pada setiap bagian dari organism untuk melakukan apa saja yang disukainya.demokrasi adalah pemujaan pada “orang kebanyakan” dan kebencian pada “orang unggul.” “Masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang tanpa karakter, yang menjadi figure dan orang berusaha menyerupai orang-orang lain; juga dalam hal seks laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menjadi laki-laki.

Sumber : Filsafat Manusia : Zainal Abidin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline