Lihat ke Halaman Asli

Halal Haram dalam Bingkai Maqosidus Syariah dan Perspektif Sains

Diperbarui: 26 Februari 2019   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Paradigma tentang halal dan haram barang tentu sudah pasti mengerucut pada suatu agama, yakni agama Islam. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk pemeluk agama islam terbesar didunia, isu tentang halal dan haram adalah yang paling vital menjadi perhatian berbagai pihak, utamanya pemerintah sebagai tonggak utama penjamin kesejahteraan rakyatnya.

Dalam agama Islam meyakini bahwa pengatur jagad raya dan penetapan hukum-hukum syara' ialah Allah SWT. Allah mengatur di dalam Al-Quran hewan-hewan apa saja yang dilarang untuk dimakan oleh orang Muslm, terdapat dalam Q.S Al-Maidah : 3

 

Artinya : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala." (Q.S Al-Maidah : 3)

Dari ayat Al-Quran diatas menyatakan bahwa Allah SWT mengaharamkan umat Muslim untuk memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih tanpa menyebut asma Allah, hewan yang tercekik, yang terpukul, dan seterusnya. Allah menetapkan berbagai macam jenis hewan tersebut sebagai hewan yang haram dimakan bagi umat Muslim, jika Allah sudah menetapkan hal demikian tentunya efek mudharat (kejelekan) akan lebih banyak didapatkan daripada maslahatnya (kebaikan).

Akan tetapi lebih daripada itu, ternyata penelitian membuktikan secara ilmiah bahwa hukum haram yang di tetapkan oleh Allah SWT dan dianut oleh seluruh umat Muslim memiliki alasan yang dapat diterima secara rasional (ilmiah) sehingga menambah kekaguman umat non Muslim bahwa hukum haram yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah ayat 3 bukan hanya sekedar ketidak bolehan tanpa alasan.

Dalam dunia kedokteran sudah terungkap bahwa semua yang di haramkan dalam hukum syara' agama Islam sama sekali tidak membawa dampak baik bagi kesehatan tubuh manusia, sebaliknya justru mendatangkan penyakit yang membahayakan. Sebelum membahas lebih detail tentang bagaimana dunia kedokteran mengupas hukum islam tentang halal haramnya suatu makanan, hendaknya kita kupas terlebih dahulu apa itu halal dan haram menurut maqosidus syariah.

  • Pengertian Halal Haram 

Agama Islam sangat selektif dan detail membahas segala sesuatu dikehidupan manusia, sejak bangun tidur hingga kembali tidur, tentang thoharoh, muamalah, ibadah, semua dijelaskan secara rinci dalam agama Islam, termasuk juga apa-apa yang masuk kedalam perut manusia yang akan kita bahas saat ini. Istilah halal haram berasal dari bahasa Arab yaitu halla () yang berarti lepas atau tidak terikat. Sedangkan haram bermakna, suatu perkara yang dilarang oleh syara' (agama), dalam Kitab Mabadi Fiqh Juz Awwal terdapat pengertian haram yang berarti suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.

Ali Mustofa Ya'kub berpendapat bahwa makanan dan minuman dikatakan halal apabila :

  • Makanan dan minuman tersebut thayyib (baik)
  • Tidak menimbulkan/mengakibatkan dharar (bahaya)
  • Tidak mengandung najis
  • Tidak memabukkan
  • Tidak mengandung organ tubuh manusia

Allah SWT berfirman agar hendaknya manusia memakan makanan yang halal lagi baik, seperti hanya dalam Q.S Al-Baqoroh:168

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline