Pemeluk Agama
(Puisi by Joko Pinurbo)
Dalam doaku yang khusyuk
Tuhan bertanya padaku,
Hamba-Nya yang serius ini,
"Halo, kamu seorang pemeluk agama?"
"Sungguh, saya pemeluk teguh, Tuhan."
"Lho, Teguh si tukang bakso itu
Hidupnya lebih oke dari kamu,
Gak perlu kamu peluk-peluk.
Sungguh kamu seorang pemeluk agama?"
"Sungguh, saya pemeluk agama, Tuhan."
"Tapi Aku lihat kamu gak pernah
Memeluk. Kamu malah menghina,
Membakar, merusak, menjual agama.
Teguh si tukang bakso itu
Malah sudah pandai memeluk.
Sungguh kamu seorang pemeluk?"
"Sungguh, saya belum memeluk, Tuhan."
Tuhan memelukku dan berkata,
"Pergilah dan wartakanlah pelukanKu.
Agama sedang kedinginan dan kesepian.
Dia merindukan pelukanmu."
Merinding buluk kuduk ini membaca puisi "Pemeluk Agama" ditengah berita teror sadis di Sigi (Sulawesi) saat pandemi masih merajalela. Tidak ada pelukan hangat, yang ada pelukan menyengat nan mematikan.
Tidak habis pikir kok bisa mereka tega membakar 6 rumah penduduk dan 1 rumah ibadah mengatasnamakan agama. Apa mereka pikir membakar itu sama lezatnya membakar jagung yang mengenyangkan perut?. Dan kok ya bisa mereka tega menebas juga. Apa mereka pikir menebas orang sama seperti menebas sapi untuk jadi santapan gulai di hari raya?.
Tragedi Sigi salah satu kasus kekerasan agama dari ribuan kasus yang masih mengalir. Jika ini dibiarkan begitu saja, Ibu Pertiwi akan menangis sepanjang usia.
Aku sebagai anak muda Indonesia justru lagi dilanda kegalauan. Galau bagaimana caranya bisa memberi sumbangsih menuntaskan kekerasan agama di Indonesia.
Sudah terlalu banyak teori, narasi seputar perdamaian, namun minim contoh nyata bagaimana mewartakan pelukan kedamaian ditengah konflik. Karena selama ini sudah terlalu banyak muncul sosok yang saling sibuk jaga jarak, menjatuhkan, bahkan sibuk menebarkan api konflik.