Lihat ke Halaman Asli

Iftitah Raselia Rettuarni S

Mahasiswa Universitas Airlangga

Perlindungan Hukum Terhadap Kekerasan Perempuan dari Perspektif Hak Asasi Manusia

Diperbarui: 7 Juni 2022   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekerasan terhadap perempuan menyebabkan atau disebabkan karena kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual atau emosional bagi perempuan, termasuk ancaman, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam kehidupan publik atau pribadi. Ini didefinisikan sebagai kemungkinan kekerasan berbasis gender. Kelompok perempuan dikategorikan lemah, rentan dan tidak terlindungi. Hal ini karena kekerasan terhadap perempuan jauh lebih umum daripada laki-laki.

Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa yang berkenaan dengan diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini sangat nyata adanya. Kini berita di TV, koran, ataupun media online sangat dipenuhi dengan berita yang kurang menyenangkan. Keberadaan perempuan yang dianggap “urutan kedua” makin parah akhir-akhir ini apalagi sekarang semakin marak dengan adanya berbagai kekacauan yang melibatkan fisik maupun mental korban perempuan tersebut.

Sepanjang tahun 2008-2019 telah tercatat kumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pertahun nya. Dapat disimpulkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan masih cukup labil. Namun, 3 tahun belakangan ini kasus kembali naik. Hal ini perlu di tindak lanjuti sebab untuk menekan pengurangan kasus kekerasan memang harus ada turun tangan dari Komnas perempuan atau dari pihak yang berwenang. Apabila di biarkan, kasus akan kembali naik dengan signifikan dan kemungkinan akan menelan korban yang semakin banyak.

Indonesia  belum memiliki undang-undang yang secara tegas mengatur  penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Namun selama ini  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 (PKDRT) tentang Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sedang menggarap kekerasan terhadap perempuan. Sesuai dengan Pasal 285 KUHP, seseorang yang melakukan tindak pidana diancam dengan pidana penjara dengan kerja sampai dengan 12 tahun.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa perbuatan yang masuk kategori “kekerasan seksual” yaitu :

  • Merusak kesusilaan di depan umum (Pasal 281, 283, 283 Bis)
  • Perzinaan (Pasal 284)
  • Pemerkosaan (Pasal 285)
  • Pembunuhan (Pasal 338)
  • Pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293(1), 294, 295(1)

Rancangan KUHP ini merupakan sebuah kemajuan dibandingkan rumusan dalam pasal-pasal KUHP yang tidak bisa mengakomodasi perkembangan hidup masyarakat. Kasus-kasus kejahatan atau kekerasan yang keji dan kasar ini sangat menjatuhkan martabat kemanusiaan, maka dari itu para pelaku mestinya mendapatkan hukuman yang berat dan perlu ada minimal ancaman hukuman yang diatur dalam R-KUHP.

Karena semakin banyaknya kasus kekerasan seksual, kejahatan atau pelecehan seksual terhadap perempuan yang  banyak terjadi di dalam rumah tangga, maka pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23  tentang Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Lahirnya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 dilatar belakangi oleh tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini sering terjadi di masyarakat dalam bentuk fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.

Pada kenyataannya, penerapan sanksi hukum tidak dapat menghapus semua kejahatan secara tuntas. Sanksi hukum adalah alat yang efektif  untuk memberantas dan mencegah  kekerasan terhadap perempuan ketika mereka tidak diakui oleh lembaga penegak hukum yang etis dan anak-anak membutuhkannya. Mereka adalah semangat perangkat penegakan, hukum, dan semangat komunitas kuat yang berusaha menegakkan hukum dan keadilan.

Bagi aparat penegak hukum yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban perkosaan khususnya perempuan harus dilandasi rasa kemanusiaan, dan masyarakat juga terlibat dalam membantu perlindungan korban perkosaan secara hukum. Indonesia bisa menjadi negara yang sukses untuk kesejahteraan rakyatnya yang berbasis kemanusiaan. Selain itu, perlu adanya sanksi pidana yang tegas bagi pelakunya, dan aparat penegak hukum perlu lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada pelaku tindak pidana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline