Lihat ke Halaman Asli

Public Private Partnership dalam Pembangunan Infrastruktur Menggunakan Metode BOT

Diperbarui: 9 April 2023   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembangunan adalah suatu proses terencana yang merupakan salah satu upaya manusia untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya. Pada dasarnya konsep pembangunan tidak hanya mencakup pemeliharaan sumber daya alam, tetapi juga kebutuhan manusia yang jumlahnya terus bertambah. Keeratan pola sistem ekonomi, sosial dan lingkungan harus selalu ditekankan. Maka dalam proses pembangunan perlu diupayakan peningkatan kualitas hidup sekaligus menjaga bahkan memperbaiki lingkungan.Perubahan paradigma dari administrasi negara ke administrasi daerah dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah untuk meningkatkan kemandirian daerah merupakan langkah awal untuk meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan. Semangat reformasi sangat mempengaruhi otonomi daerah, dan sebagai daerah otonom, daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kepentingan umum berdasarkan prinsip keterbukaan publik dan tanggung jawab masyarakat. Pemerintahan yang bersih, bebas korupsi dan partisipasi langsung masyarakat merupakan bagian dari pencapaian otonomi daerah.

Pembangunan infrastruktur berupa sarana dan prasarana merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat di era globalisasi. Untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur dan pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dikembangkan konsep public private partnership (PPP) yaitu kerjasama antara negara dan investor atau swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Public Private Partnership (PPP) merupakan mekanisme keuangan alternatif untuk pengadaan layanan publik yang telah banyak digunakan di berbagai negara, terutama di negara maju. KPBU adalah hubungan kontraktual yang menjabarkan secara rinci tanggung jawab dan kewajiban masing-masing mitra. Perjanjian kerjasama tersebut secara jelas dan rinci menyebutkan bentuk perjanjian dan segala kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. PPP juga dapat diartikan sebagai kerangka yang mencakup sektor swasta dan pemerintah dengan perannya masing-masing, sektor swasta sebagai investor dengan keahlian teknis, operasional dan inovasi, dan peran negara sebagai regulator atau pembuat keputusan. aktor dalam pembangunan ini.

Sejak pihak swasta ikut serta dalam proyek-proyek pemerintah, hal ini menimbulkan banyak kesepakatan antara pihak swasta dan pemerintah. Dengan munculnya kerjasama, diharapkan akan memberikan efek positif pada distribusi investasi, dan diharapkan juga meningkatkan kualitas pelayanan. Namun, pada kenyataannya kerjasama antara negara dan swasta tidak selalu berdampak positif, karena kedua belah pihak seringkali memiliki kepentingan yang berbeda. Dimana kepentingan negara lebih bersifat sosial kemasyarakatan, sedangkan kepentingan swasta bersifat profit oriented, hanya mementingkan keuntungan yang tinggi, tanpa menghiraukan konsekuensinya.

Beberapa negara berkembang juga telah menerapkan kemitraan publik-swasta dalam pembangunan infrastruktur, misalnya di Belanda. Dimana peran kemitraan publik-swasta sangat penting dalam pembangunan infrastruktur di negaranya. Menurut Ecorys, proyek PPP negara Belanda dilaksanakan untuk membangun infrastruktur dan mengembangkan kawasan. Masuknya pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur dinilai lebih efektif dalam membantu pemerintah menyediakan infrastruktur di Belanda, pihak swasta dinilai lebih inovatif dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur yang digunakan untuk masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2005 pemerintah Indonesia mulai serius menerapkan konsep Public Private Partnership (PPP) atau sebelumnya dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dimulai dengan diadakannya Indonesian Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari 2005. Saat itu, pemerintah menawarkan 91 proyek negara kepada investor sebagai proyek PPP. Namun pada kenyataannya masih banyak kendala dalam pelaksanaan KPBU, seperti pembebasan lahan.

Kebutuhan akan akses infrastruktur terus meningkat, sehingga membutuhkan investasi yang besar. Untuk tahun 2010-2014, kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia sebesar Rp. 1429 triliun rupiah. Sedangkan, kemampuan keuangan pemerintah adalah Rp. 451 triliun atau 31 persen dari total pembiayaan. Selisih kebutuhan finansial adalah Rp. 978 triliun harus dipenuhi dari sumber pembiayaan lain. Pemerintah selalu berupaya memberikan barang dan jasa yang baik kepada warganya, terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur merupakan kewajiban negara terhadap warganya, karena infrastruktur dianggap bukan hanya barang publik, melainkan barang ekonomi, sehingga menjadi kepentingan negara untuk membangun infrastruktur yang penting bagi masyarakat.

Model kerjasama yang umum digunakan dalam pembangunan infrastruktur adalah model Build Operate Transfer (BOT). Kerjasama menurut model BOT adalah model kontrak kerjasama yang melibatkan dua pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa. Dimana pengguna jasa biasanya adalah sektor publik, sedangkan penyedia layanan adalah sektor swasta. Case studieson Build Operate Transfer, Netherlans menjelaskan bahwa Build Operate Transfer (BOT) adalah model kontraktual yang digunakan oleh pemerintah untuk mengalihkan proyek-proyek pemerintah kepada pihak swasta untuk jangka waktu tertentu. Jika swasta dapat merancang, membangun dan mengoperasikan fasilitas yang dibangun, dan setelah izin berakhir, semua fasilitas yang dibangun dialihkan atau diserahkan kepada pemerintah. Proyek infrastruktur dengan model BOT dinilai paling efisien. Karena kekurangan dana yang dimiliki oleh negara, pelaksanaan kegiatan pembangunan tetap berjalan dengan bantuan investor yaitu pihak swasta tanpa kehilangan dana daerah. Sebab, dana daerah yang digunakan investor untuk membangun infrastruktur nantinya dikembalikan ke pemerintah. Kerja sama atau kemitraan di Indonesia diatur dengan Peraturan Kemitraan No. 44 Tahun 1997 tentang Pemerintah, yang menjelaskan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan menengah dan/atau usaha besar, yang meliputi pembinaan dan pengembangan usaha menengah atau perusahaan besar yang mengikuti prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

Kerjasama dengan model BOT juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah, yang menyatakan bahwa BOT atau pengalihan hak pakai adalah penggunaan tanah negara atau daerah oleh badan lain selama satu tahun. pembangunan gedung dan/atau Sara beserta arealnya yang ditempati oleh pihak lain selama jangka waktu tertentu yang disepakati, dan kemudian mengembalikan tanah beserta bangunan dan/atau areal tersebut pada akhir jangka waktu. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2005 tentang kerjasama antara negara dan pelaku usaha dalam penyelenggaraan infrastruktur menyatakan bahwa aturan main yang adil bagi para pihak yang melakukan kerjasama dalam pembagian hak dan kewajiban relatif mendukung lingkungan usaha yang kondusif. Pengguna sektor publik memberi wewenang kepada penyedia layanan atau sektor swasta untuk merencanakan, membangun, dan mengoperasikan infrastruktur untuk jangka waktu tertentu, dan penyedia layanan mentransfernya kepada pengguna layanan pada akhir periode kontrak. Dengan demikian, BOT dapat diartikan sebagai model kontrak kolaboratif yang mengembangkan perencanaan dan pembiayaan sektor swasta dengan menggunakan proyek infrastruktur yang mencakup ruang dan infrastruktur yang melayani masyarakat.

Kontrak Build Operate Transfer (BOT) dapat menimbulkan permasalahan pembangunan dan pengelolaan, seperti kerjasama Pemkab Sidoarjo dengan PT Indraco untuk membangun Suncity Plaza Sidoarjo. Pada tahun 2003 kerjasama antara pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan PT indraco didasarkan pada model BOT. Namun perjanjian kerjasama BOT antara pemerintah Sidoarjo dengan pihak swasta PT Indraco masih memiliki banyak kendala yaitu masih terbatasnya lahan bekas lapangan golf yang digunakan untuk pembangunan Suncity Plaza Sidoarjo yang masih bersumber dari darat. Dari bekas tanah kas desa (BTKD) yang tidak dilindungi oleh undang-undang yang kuat karena tidak bersertifikat. Jika hal ini dibiarkan berlanjut tanpa adanya perlindungan hukum yang kuat, pihak swasta bekerjasama dengan pemerintah dapat mengklaim kembali tanah yang saat ini ditempati oleh Suncity Plaza. Namun, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengimbau kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) yang memiliki tugas untuk melindungi aset milik pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk menyelesaikan pembuatan sertifikat.

Selain itu, jangka waktu panjang hingga 30 tahun yang tertuang dalam perjanjian kerjasama BOT yang ditandatangani antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan pihak swasta PT Indraco menarik untuk dilihat leih lanjut, karena jangka waktu kerjasama tersebut masuk dalam perjanjian kerjasama BOT antara pemerintah dengan pihak swasta untuk mengembangkan infrastruktur kota -- kota besar seperti Kota Surabaya membutuhkan waktu maksimal 25 tahun dan masih ada sisa waktu 5 tahun untuk melakukan transfer kepada pemerintah, karena proses peralihan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menandatangani kontrak BOT berdurasi 30 tahun, namun belum diketahui secara pasti kapan proses serah terima pemerintahan tersebut dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline