Masa tenang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 telah tiba. Seluruh peserta kontestasi demokrasi yang sudah berjuang memperkenalkan diri dan programnya sejak 23 September lalu bisa beristirahat sejenak sebelum dag-dig-dug menanti hasil pemungutan suara. Simpatisan capres dan parpol yang sering perang urat syaraf di media sosial harus mulai menahan diri.
Bagi kita yang sudah jenuh dengan riuh rendah kampanye, waktu yang dinanti telah tiba. Spanduk dan baliho kampanye (harusnya) sudah ditertibkan dan tidak lagi mengganggu ruang visual kita di jalanan. Iklan-iklan politik yang menghiasi layar kaca (entah televisi atau saat menjelajah internet) tidak akan menyela hiburan yang sedang kita nikmati. Lini masa medsos akan lebih adem (sedikit) menjelang hari pencoblosan Rabu mendatang.
Masa tenang ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para calon pemilih untuk memikirkan kembali pilihan mereka. Bagi yang belum menentukan pilihan, bisa lebih serius mempelajari calon yang ada tanpa distraksi dari segala macam bentuk kampanye.
Walau tempo hari saya pernah membuat tulisan bahwa golput itu pilihan, saya tidak pernah menganjurkan untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara tanggal 17 nanti. Justru sebaliknya, dengan tulisan ini, saya malah menganjurkan untuk sidang pembaca sekalian ikut meramaikan Pemilu 2019 dengan ikut mencoblos.
Saya tidak ingin menyebutkan frasa "pesta demokrasi" sebagai pengganti kata pemilu karena menurut saya itu mereduksi arti kata demokrasi. Partisipasi masyarakat dalam demokrasi tidak sekadar dilihat dari besarnya angka partisipasi pemilu. Kebebasan berpendapat dan bagaimana wakil rakyat menerjemahkan pendapat tersebut menjadi kebijakan yang berpihak pada masyarakat adalah indikator demokrasi yang baik.
Sayangnya, dengan sistem politik Indonesia hari ini (juga di negara lain) tidak mungkin mendudukkan 200 juta orang lebih di satu ruang rapat dan merumuskan kebijakan negara. Alhasil, kita harus memilih siapa yang berhak mewakili kita dan menyuarakan aspirasi kita untuk menyusun kebijakan tingkat nasional (DPR RI dan DPD), provinsi (DPRD tingkat I), dan kota/kabupaten (DPRD tingkat II).
Bahkan, untuk mempermudah eksekusi kebijakan tersebut, kita tidak mungkin membagi tugas ke seluruh penduduk. Butuh seseorang yang bertugas sebagai kepala pemerintahan untuk menjadi eksekutor utama kebijakan itu. Orang itu adalah presiden.
Oleh karena itu, Pemilu menjadi kesempatan awal bagi rakyat untuk menentukan siapa yang berhak mewakilkan suara mereka di parlemen dan melaksanakan keputusan bersama mereka. Maka, sebagai warga negara yang baik, tidak ada salahnya untuk meluangkan waktu 5-10 menit menuju TPS dan menggunakan hak suara Anda.
Selain menggunakan hak, kesempatan berkunjung ke TPS juga sebagai bentuk penghargaan kepada Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang sudah bekerja keras demi terlaksananya Pemilu 2019. Jangan lupa, mereka adalah orang terdekat di lingkungan tempat tinggal Anda. Kehadiran Anda ke TPS bisa menjadi ajang silaturahmi dengan mereka juga.
Setelah Anda menyalurkan suara Anda, jangan lupa untuk kawal suara Anda. Jika sempat, kunjungi kembali TPS saat penghitungan suara. Bagi yang tidak sempat, silahkan ikuti kabar Pemilu lewat internet atau televisi.