Resesi adalah suatu keadaan yang berupa pertumbuhan keuangan negatif yang berasal ketika produk dalam negeri turun dalam kurun waktu enam bulan secara bersamaan (Widyastuti, Mursid, & Mubarok, 2023). Sebagian pengamat ekonomi menilai Indonesia mengalami resesi pada tahun 2020 dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,94% dalam kurun waktu yang cepat yaitu sekitar 6 bulan mulai turun lagi hingga 5,32%. Selain Indonesia, disebutkan pula pertumbuhan ekonomi domestik dunia tahun 2020 sampai 2023 mengalami penurunan hal ini berdasarkan data International Monetery Fund (IMF) mengatakan pertumbuhan ekonomi terus menurun dari tahun 2021 adalah 4,1%, lalu pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 3,2% dan di tahun 2023 IMF mempublikasikan kabar buruk perekonomian dunia turun lagi menjadi 2,9%.
Kenaikan suku bunga menjadi penyebab resesi global yang dapat menghambat perputaran uang, menaikkan biaya pinjaman, mengurangi insentif investasi, dan melemahkan manufaktur, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Konflik geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina, dan efek jangka panjang pandemi COVID-19 juga dapat menghambat pemulihan ekonomi global. Penguatan dolar AS dan krisis kargo merupakan faktor tambahan yang memicu resesi global. Di Indonesia, resesi tahun 2020 mengakibatkan penurunan pasar pekerjaan formal hingga di bawah 40%, yang berdampak pada peningkatan angka penggantian hak kerja (PHK). (Tua Hutagaol, Pratama Sinurat, & Shalahuddin, 2022).
Dampak resesi dapat dirasakan pada harga komoditas dan energi melonjak, pengangguran meningkat, dan krisis ongkos kirim ekspor-impor. Pada aspek pemerintahan dan perpajakan, resesi menyebabkan penurunan penerimaan pajak dan bukan pajak. Hal ini mempengaruhi kurs saham dan perbendaharaan negara karena diskresi PPn yang dikecilkan. Akibatnya, devisa negara berkurang dan memaksa negara untuk meminjam dari bank asing, yang pada gilirannya mempengaruhi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat karena deficit anggaran dan utang publik yang tinggi. Selain itu, jumlah UMKM menurun sebesar 10% pada tahun 2022, sebagai dampak dari penurunan konsumsi masyarakat dan keuntungan perusahaan, serta kesulitan mendapatkan investor. (Zakiyah, Prayoga Kusmo, & Nugroho, 2022).
Untuk menghadapi resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun 2023 di Indonesia diperlukan strategi untuk meminimalisir dampak negatif. Pemerintah dan masyarakat bekerjasama dalam merancang Green Economy, yang berfokus pada ekonomi sehat yang meningkatkan pendapatan masyarakat. Konsep Green Economy akan dilakukan dengan mengurangi efek carbon, peningkatan SDM dan SDA Keuangan, dan sumberdaya dan pembangunan daerah seperti pemekaran secara regional. Hal ini telah didukung dengan kebijakan pemerintah yaitu dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaran Kajian Lingkungan Hidup Strategi, serta Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Nilai Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Green Economy ini akan dilakukan melalui trategi-strategi tersebut adalah:
1. Fintech, yaitu bisa dikatakan suatu afiliasi dari jasa keuangan seperti OJK dengan bisnis konvensional untuk bertransformasi kepada bisnis modern dengan keterbaruan teknologi dalam menekan peredaran uang (Tua Hutagaol, Pratama Sinurat, & Shalahuddin, 2022). Lalu, bentuk dari konsep fintech adalah Payment Gateway yaitu alat pembayaran online berisi deskripsi dan pengesahan informasi dalam melakukan transaksi yang diatur oleh provider.
2. Digital Marketing, dengan mekukan promosi produk dan jasa melalui media digital, penjualan hasil UMKM yang dipasarkan secara efektif dan efisien dengan komunikasi 2 arah atau lebih. Digitalisasi Marketing dilakukan melalui SEM (Search Engine Marketing), Instagram, Linkedin, YouTube, melakukan bisnis dengan B2B, B2C, B2G, C2G bahkan hingga G2G.
3. Penguatan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PAPBN), dengan kebijakan moneter dan fiskal yang berasal dari sumber paling tinggi yaitu penerimaan pajak. Selain penguatan fungsi dari Rencana APBN adalah untuk mengatur kebijakan pajak dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Tua Hutagaol, Pratama Sinurat, & Shalahuddin, 2022).
4. Alokasi Dana APBN dalam Rangka Pemeliharaam Ekonomi Nasional (PEN), yang telah dijalankan tahun 2022 telah dilakukan intensif investasi pajak sebesar Rp 19,54 Triliun dalam pemeliharaan ekonomi, modal untuk UMKM terdampak Covid-19, Korporasi perusahaan BUMN, BUMD, dan BUMDes, Intensif Perpajakan (Kemenkeu, 2022). Hal ini berdampak positif dapat mengurangi angka pengangguran yang awalnya cukup tinggi, menjadi penekanan nilai inflasi keuangan suapaya tetap stabil.
5. Penguatan Perancangan Keuangan Global, dalam meningkatkan investasi keuangan negara pada uji teknologi dan riset bioteknologi oleh Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman dengan program distribusi pelayanan kesehatan publik yang merata dan adil terhadap akses medis seluruh Indonesia, melalui biaya kesiapsiagaan resesi ekonomi 2023 yang dikembangkan dari Fintech dan teknologi yang baik beradasarkan konsep solidaritas ekonomi dan penerapan prinsip Sustainable energy Transition. Dan untuk peningkatan ekonomi di bidang migas dalam optimalisasi gas bumi, yaitu dengan hilirisasi, freepot, dan peningkatan bioteknologi bahan yang ramah lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan strategi Green Economy untuk menghadapi resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun 2023. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif resesi, yang mencakup kenaikan harga komoditas pangan, penurunan investasi dan keuntungan perusahaan, meningkatnya penggantian hak kerja (PHK), dan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga energi dan bahan bakar minyak. Green Economy ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang berorientasi pada pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan, efisiensi sumber daya, dan inklusivitas. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan ketahanan pangan, serta mengurangi dampak negatif resesi global.