Wirausaha secara etimologi berasal dari kata wira yang berarti teladan dan usaha yang berarti kerja keras dalam memperoleh sesuatu yang bermanfaat. Sedangkan secara terminologi wirausaha adalah seseorang yang bekerja keras dalam rangka memperoleh sesuatu yang bermanfaat sehingga layak dijadikan tauladan. Makna dari wirausaha pada dasarnya mencakup seluruh bidang yang berkaitan dengan usaha, tetapi kebanyakan orang memahami bahwa wirausaha adalah seseorang yang menciptakan lapangan kerja baru dalam hal bisnis.
Perbedaan pemahaman seperti ini tidaklah menjadi masalah besar. Hanya saja, yang menjadi masalah adalah kurang minatnya masyarakat dalam menciptakan suatu usaha yang dapat membawanya pada kesehahteraan materil. Masih banyak di masyarakat kita takut terhadap resiko dalam berusaha. Takut rugi, takut membuat miskin, dan takut-takut yang lain. Bahkan pada sebagian pemahaman masyarakat lebih enak mencari pekerjaan, sehingga hal ini memungkinkan banyaknya pengangguran. padahal jumlah pengangguran yang meningkat tinggi, akan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian suatu negara. bahkan tulis Budiono dalam bukunya, makro ekonomi, pengangguran adalah masalah/penyakit utama perekonomian suatu negara yang harus di atasi.
Untuk dikatakan sebagai negara maju maka negara tersebut harus meminimalisir pengangguran. Kenapa demikian? Ya karena masyarakat pengangguran dapat diasumsikan sebagai masyarakat yang berpenghasilan kecil bahkan tidak berpendapatan sama sekali. Oleh karena itu, masyarakat pengangguran akan mengurangi konsumsi yang hal ini akan mempengaruhi juga pada jumlah produksi. Bila jumlah produksi dan konsumsi tidak seimbang maka akan menyebabkan kerugian dan akhirnya menjadikan suatu negara merosot perekonomiaannya.
Perihal wirausaha dalam Islam sangat erat kaitannya dengan pencaharian rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup.(Idri, 2015). Hal ini penulis sama artikan dengan kebanyakan pemahaman masyarakat bahwa wirausaha adalah berbisnis atau bekerja. Di dalam mencari rezeki Allah manusia dibatasi oleh aturan-aturan Semisal batasan halal dan haram, batasan toyyiban atau tidak dan seterusnya sehingga yang demikian tidak menjadikan si pencari rezeki merugi dan atau merugikan orang lain. Islam menganjurkan ummatnya untuk berwirausaha yaitu sebagaimana disabdakan Rosulluah dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim.
"Hendaklah seseorang diantara kalian pergi pagi-pagi mencari kayu dan dipikul di atas punggungnya kemudian (memjualnya) lalu bersedekahlah dengannya serta tidak butuh pada pemberian orang lain lebih baik baginya daripada meminta kepada orang lain diberi ataupun tidak, karena sesungguhnya tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu." (HR. Muslim)
Dari hadist di atas dapat ditarik suatu makna yang tersirat di dalamnya (yaitu tampa mengabaikan makna yang tersurat) dengan memerhatikan perintah mencari kayu di pagi hari, bahwa seorang muslim di larang bermalas-malasan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia harus bergerak aktif, tekun, sabar dan tampa gengsi. Kemudian hasil yang diperolehnya itu ia salurkan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya. Bahkan menurut Syauqi Ahmad Dunya (2004) dalam bukunya tamwil al-tanmiyah fi al-iqtishad al-islami menyatakan bahwa bekerja dalam rangka membangun ekonomi merupakan kewajiban yang sakral yang bersifat keagamaan. Terdapat banyak ayat dan hadist yang mendasari pendapat ini.
Bekerja yang dimaksud di atas adalah bekerja pekerjaan yang baik yang dapat memberikan dampak positif bagi dirinya maupun orang lain dan sama sekali tidak dianjurkan untuk bekerja pekerjaan buruk yang dapat memberikan dampak negatif bagi diri sendiri maupun orang lain. Dalam hal ini Allah SWT memerhatikan setiap pekerjaan manusia, yaitu sebagaimana difirmankan dalam Al-Quran surat at-Taubah; 105 yang artinya sebagai berikut:
"Dan katakanlah, 'bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya pada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. at-Taubah: 105)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H