Lihat ke Halaman Asli

Distribusi Profit Taking & Non-Profit Taking

Diperbarui: 10 Oktober 2016   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Distribusi merupakan salah satu instrumen penting di dalam perputaran ekonomi sebab tampa adanya distribusi maka tidak niscaya adanya perputaran ekonomi, baik dalam Sistem Ekonomi Islam maupun Sistem Ekonomi non-Islam (Sitem Ekonomi Konvensional). Dengan demikian, apakah distribusi itu? bisakah suatu sistem ekonomi berputar baik tampa adanya distribusi yang baik? Pertanyaan ini seakan mengusik kita sebagai makhluk sosial yang tidak luput dari perekonomian atau kita sebagai mahasiswa ekonomi yang dituntut untuk memberikan jawaban atas permasalahan ekonomi, tentunya dengan menciptakan suatu sistem ekonomi atau yang lainnya.

Dari pertanyaan yang pertama, apakah distribusi itu?, kita dapat menjelaskannya sebagai berikut; Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Sedangkan distribusi dalam pandangan Islam adalah penyaluran harta yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat sesuai dengan syari’at. Fokus ditribusi dalam Islam adalah proses pendistribusiannya. Secara sederhana bisa digambarkan, kewajiban menyisihkan sebagian harta bagi pihak surplus (berkecukupan) diyakini sebagai kompensasi atas kekayaannya dan di sisi lain merupakan insentif (perangsang) untuk kekayaan pihak defisit (berkekurangan).

Menurut Pror. Dr. H. Idri, M.Ag., distribusi dalam pandangan Nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua, yaitu distribusi yang bersifat profit takingdan distribusi yang bersifat non-profit taking.Distribusi yang bersifat profit taking maksudnya adalah ditribusi barang dan atau jasa dari para produsen kepada konsumen yang membutuhkan barang atau jasa tersebut. 

Dengan demikian, maka dalam hal ini seseorang berhak mengambil keuntungan dari proses distribusi tersebut. Akan tetapi hal memperbolehkan mendapatkan keuntungan dari proses distribusi Islam menetapkan limitasi semacam tidak boleh mengambil keuntungan dengan cara spekulasi, penipuan, maisir, dan sebagainya. Kemudian yang dimaksud dengan distribusi non-profit taking adalah distribusi harta oleh pihak yang berkecukupan (pihak surplus) kepada pihak yang berhak menerima (pihak defisit). Adapun distribusi jenis ini, orang yang mendistribusikan hartanya tidak mendapat bayaran atau keuntungan (profit) secara langsung, akan tetapi keuntungan tersebut bisa diambil di hari kemudian yaitu di akhirat kelak.

Kedua jenis distribusi tersebut sama-sama dianjurkan oleh Rosulullah SAW. Untuk distribusi jenis profit taking misalnya, Rasulullah SAW melarang ummatnya menimbun barang karena akan menimbulkan ketidakseimbangan di pasar. Penimbunan barang (ihtikar) biasanya dilakukan dengan tujuan untuk dijual ketika barang sudah sedikit atau langka sehingga harganya mahal. Penimbunan termasuk aktivitas ekonomi yang mengandung kezaliman dan karenanya berdosa. Rosulullah SAW bersabda yang artinya:[1]

“Dari Ma’mar ia berkata, Rosulullah bersabda: Barang siapa yang menimbun barang, maka ia bersalah (berdosa).”(HR. Muslim)

Adapun jenis distribusi non-profit taking dapat berupa zakat, nafkah, shodaqah, wasiat, hibah dan sebagainya. Distribusi kategori ini sangat dianjurkan oleh Rosulullah SAW bagi setiap muslim yang mampu. Dalam sebuah hadist, Nabi menganjurkan agar umat Islam segera mendistribusikan sebagian haartanya sebelum datang suatu masa ketika tidak ada orang yang mau menerimanya, sebagaimana sabdanya:

Dari Ma’bad Ibn Kholid, katanya: Aku mendengar Haritsah Ibn Wahab berkata, katanya: aku mendengar Rosulullah SAW bersabda, “Bersedekahlah, karena (suatu saat akan datang masa) dimana seseorang berjalan untuk memberikan sedekahnya, tetapi orang yang akan diberinya (menolak) seraya berkata, ‘Seandainya kamu kemu membawanya kemaren, niscaya aku menerimanya, tetapi kalau saat ini aku tidak membutuhkannya’. Maka tidak ada yang mau menerima sedekah itu.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim, lafal hadist tersebut riwayat al-Bukhari)

Salah satu hikmah dari pada distribusi harta adalah dijauhkannya manusia dari api neraka, walau sekecil kurma. Sebab bagi Allah bukanlah kuantitas harta yang diperhitungkan namun seberapa ikhlas seorang hamba memberikan/menyalurkan hartanya. Sebagaimana disabdakan oleh Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh ‘Adi Ibn Hatim sebagai berikut:

عَنْعَدِيَّبْنَحَاتِمٍرَضِيَاللَّهُعَنْهُ،قَالَ: سَمِعْتُرَسُولَاللَّهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَقُولُ: «اتَّقُواالنَّارَوَلَوْبِشِقِّتَمْرَةٍ»(رَوَاهُالْبُخَاِرى)[2]

Artinya: “Dari Adi bin Hatim RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: takutlah pada api neraka walaupun hanya dengan (memberikan) satu biji kurma” (HR. Bukhari).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline