Lihat ke Halaman Asli

Iffah Hafizhah

Mahasiwa, Tutor Ekonomi

Menjawab Tantangan Pandemi, Saatnya ZISWAF Menjadi Solusi

Diperbarui: 11 Agustus 2020   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Merebaknya wabah Covid-19 memberi imbas negatif terhadap sendi-sendi perekonomian dunia. Kondisi ini merupakan peristiwa yang unexpected. Tak terduga sebelumnya, tak dapat dihindari, namun bukan tidak mungkin untuk ditanggulangi

Jika menilik lebih jauh, pandemi global ini telah menghantam berbagai lini kehidupan. Beberapa lembaga riset kredibel dunia memprediksi dampak buruk penyebaran wabah ini terhadap perekonomian global. Kondisi di dalam negeri tak lebih baik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa menyentuh angka minus 0,4%.

Dalam kajian teori ekonomi, proses perlambatan perekonomian akibat pandemi tidak hanya mengguncang fundamental ekonomi riil, melainkan juga mendistorsi keseimbangan mekanisme pasar. Mengingat bahwa aspek-aspek vital ekonomi yaitu supply, demand, dan supply-chain telah terganggu, dampak krisis ini turut berimbas ke seluruh lapisan masyarakat. 

Dan yang paling rentan terdampak tentu golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah khususnya pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian. Gejolak di sektor riil tersebut kemudian merembet ke sektor keuangan yang tertekan (distress) karena sejumlah besar investee mengalami kesulitan likuiditas. 

Tak ayal, pemerintah telah merancang skenario "New Normal" untuk hidup berdampingan dengan pandemi dengan tujuan memutar kembali roda perekonomian yang terpuruk selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Walaupun menyulut pro dan kontra, kita semua berharap kebijakan yang diambil benar-benar matang, tidak prematur, dengan satu tujuan utama; kemaslahatan bersama.

Terkait hal tersebut, pemerintah memegang peran yang vital sebagai regulator maupun algojo-nya kaum mustadh'afin (golongan yang lemah) dalam mengawal perputaran harta yang hanya berpusat pada golongan kaya. 

Kaidah Tasarrafu al-imm manan bi al-malaa hendaknya menjadi pertimbangan utama dalam memimpin sebuah negara. Kebijakan pemimpin wajib berorientasi pada kemaslahatan masyarakat umum. Bukan malah berpihak pada segelintir kapitalis, atau bahkan mendulang keuntungan bagi golongan mereka sendiri. 

Di tengah bayangan ketidakpastian akan berakhirnya masa pandemi, solidaritas umat turut diuji agar mampu melewati masa sulit ini melalui praktik kolektif, suportif, dan sinergis yang dalam islam diwujudkan dalam skema filantropi melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Pendayagunaan dana filantropi tersebut berperan penting dalam pemberdayaan umat serta penanggulangan dampak pandemi.

Dikenal sebagai lumbungnya umat muslim tentunya menjadi potensi besar untuk membuktikan bahwa instrumen ekonomi dan keuangan islam mampu menjadi solusi dari krisis global yang melanda. 

Melalui instrumen ZISWAF sebagai manifestasi filantropi islam, seluruh elemen masyarakat dapat berperan dalam memulihkan guncangan tersebut dengan mengedepankan pencapaian tujuan--tujuan syariah (maqashid syariah).

Dalam praktiknya, dampak ekonomi akibat pandemi dapat ditanggulangi melalui penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat diprioritaskan kepada orang miskin yang terdampak pandemi secara langsung sebagai salah satu golongan yang berhak menerimanya (mustahik).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline