Lihat ke Halaman Asli

Menelusuri Tempat Asing di Dunia yang Gila

Diperbarui: 12 Mei 2017   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah foto yang saya ambil dari bukit di Puncak *lupa namanya :))*

Di sela-sela hari libur, biasanya saya banyak menghabiskan waktu saya untuk jalan-jalan ke berbagai tempat. Selama beberapa hari saya mencoba melakukan eksplorasi terhadap tempat yang belum pernah saya datangi di daerah sekitar saya, salah satunya adalah daerah Puncak. Saya telusuri seluk beluknya, dari danau sampai ke bukit.

Menariknya, saat jalan-jalan, terutama ke tempat di mana saya bisa melihat landscape yang luas, entah kenapa saya selalu merasakan efek psikologis yang sama. Saya jadi banyak berpikir, banyak ber-refleksi, banyak melakukan evaluasi pada diri.

Menjadi setitik manusia yang beruntung hidup di salah satu galaxy, yang secara spesifik hidup di bumi membuat saya selalu mempertanyakan arti kehidupan yang hakiki. Sehingga mengobservasi lingkungan sekitar dan mempertanyakan banyak hal dalamhidup selalu menjadi bumbu wajib yang tercampur-campur di dalam kepala saya saat sedang travellingke tempat asing.

Bahasa kerennya, saya selalu berkontemplasi setiap ada kesempatan travelling. Bahasa sederhana dari kontemplasi adalah berpikir keras. Ya, berpikir keras tentang kehidupan saya dan sekitar saya. Tentang rutinitas yang dijalani oleh orang-orang, rencana jangka panjang, dan banyak lagi hal lainnya yang bisa di-“kontemplasi”-kan.

Dari kebiasaan berkontemplasi, akhirnya setiap kali selesai jalan-jalan saya selalu mendapatkan hal yang baru. Insight baru untuk diterapkan dalam kehidupan. Saya jadi peka akan banyak hal yang dijalani oleh orang-orang, yang saya lihat juga memengaruhi bagaimana cara saya menjalani kehidupan.

Rutinitas dan Kegilaan.

Setelah travelling kemarin, saya jadi sadar bahwa kebanyakan dari kita hidup berdasarkan rutinitas yang itu-itu saja. Sekolah, kuliah, nikah, bekerja, pensiun, lalu meninggal. Begitu terus, kebanyakan dari kita hidup dalam siklus yang berulang-ulang.

Setiap weekend, kita selalu dibanjiri dengan status-status bahagia. “Yeah! Akhirnya weekend!” “Asik hari jumat”. Dan setiap hari Senin, kita dibombardir dengan “Yah udah senin lagi...” “Yah mager”, dan lain sebagainya.

Manusia yang seharusnya merupakan individu yang unik dan autentik menjadi tidak unik lagi (Veetlev, 2012). Sebab kita melakukan rutinitas yang sama, terus menerus, berulang, dan hal tersebut dilakukan secara berjamaah oleh semua orang.

Akhirnya, respons kebanyakan orang terhadap sesuatu pun menjadi sama.

Setiap pagi, ketika macet, orang-orang beramai-ramai memilih melanggar aturan dan menyalakan klaksonnya keras-keras. Setiap siang, orang-orang banyak mengeluh dengan pekerjaannya dan berharap segera sore agar dapat segera pulang. Setelah itu? Tidak perlu saya teruskan lagi, karena banyak juga contoh-contoh lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline