Lihat ke Halaman Asli

Ifan EndiSusanto

Seorang ASN yang gemar membaca

Mengenal Konsep Humas Ekselen (Excellent PR)

Diperbarui: 26 April 2021   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenal konsep humas (PR) ekselen (hunters race/unsplash)

Teori ekselen (excellent theory) merupakan salah satu konsep yang berpengaruh dalam perkembangan kehumasan. Teori ini mulai dikembangkan pada tahun 1970-an oleh James Grunig dan kolega. Konsep humas ekselen merupakan intisari yang diperoleh dari penelitian selama 15 tahun oleh Grunig dkk yang disponsori International Association of Business Communicators (IABC).

Pada awalnya, unit kehumasan hanya dianggap berfungsi untuk mempengaruhi persepsi publik terhadap suatu organisasi atau institusi. Pandangan ini sering disebut sebagai paradigma simbolik-interpretif. Menurut paradigma ini, tugas humas tidak jauh dari mengurusi hal-hal seperti imej, brand, reputasi, dan identitas perusahaan. Humas menjadi "tukang poles" agar organisasi terlihat bersih dan cantik di mata publik.

Teori ekselen berbeda dengan pendekatan di atas, karena berlandaskan pada pemikiran bahwa unit kehumasan harus memiliki kemampuan manajemen strategis (Grunig dan Grunig, 2008). Artinya, humas perlu dilibatkan sebagai pembuat keputusan (decision maker) yang menentukan tindakan atau perilaku organisasi.

Tujuan humas ekselen adalah membangun hubungan (relationship) antara  organisasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder). Tujuan ini hanya bisa dicapai melalui komunikasi dua arah yang simetris (two-way and symmetrical communication). Humas memiliki peran untuk memfasilitasi dialog antara manajemen dan publik, sebelum memutuskan kebijakan. Sehingga, keputusan yang diambil dapat mengakomodasi kepentingan publik tanpa merugikan kepentingan organisasi.

Dalam konteks humas pemerintah, Kriyantono (2014) menjelaskan bahwa model komunikasi ekselen mensyaratkan humas lembaga publik berprinsip "satu kaki di pihak pemerintah, satu kaki di pihak publik," yaitu sebagai kepanjangan tangan pemerintah dan juga menyuarakan aspirasi publik. Humas berupaya agar "suara" publik dapat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Memang, keputusan final tetap ada pada pimpinan, tetapi humas dapat menyarankan agar pengambilan keputusan tetap melalui proses mendengarkan masukan-masukan dari pihak lain.

Implementasi humas ekselen di lingkungan pemerintah dapat dilhat dari beberapa indikator, antara lain:

a) Keterbukaan informasi, yaitu humas menyediakan informasi-informasi publik secara terbuka. Misalnya, infomasi tentang pembangunan, keterbukaan ini mencakup informasi tentang kesuksesan atau pun kegagalan pembangunan. Informasi tentang kegagalan/kekurangan suatu proses pembangunan disampaikan dengan alasan-alasan penyebab dan langkah-langkah yang akan atau sedang dilakukan untuk mengatasinya.

b) Ekualitas. Prinsip penyebaran informasi yang dilakukan humas dengan tanpa membedakan latar belakang publik. Strategi komunikasi yang dilakukan bersifat multikultural, yaitu mengembangkan sifat kesederajatan dalam keberagaman publik.

c) Berorientasi publik. Artinya, humas merencanakan program komunikasinya disesuaikan kebutuhan publik. Untuk itu dilakukan riset-riset untuk mengetahui kebutuhan dan harapan publik.

d) Menyediakan berbagai saluran komunikasi --saluran konvensional maupun online-- untuk menjangkau publik yang luas. Di era perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih dan kondisi masyarakat yang semakin "melek teknologi", penggunaan saluran-saluran virtual menjadi keniscayaan bagi humas. Diskusi-diskusi publik di dunia maya dengan menggunakan jejaring sosial membuat suatu isu cepat beredar sehingga menuntut kepekaan humas untuk meresponnya.

Namun demikian, pada kenyataannya, konsep humas ekselen ini belum banyak diterapkan. Hasil riset yang dilakukan Sriramesh (2003) menunjukkan bahwa para praktisi humas masih menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aktivitas yang bersifat rutin, bukan didasarkan pada rencana manajemen stratejik. Hal ini tidak terlepas dari minimnya riset yang dilakukan humas, baik riset formatif maupun evaluatif. Umumnya, keterbatasan riset dilatarbelakangi minimnya ketersediaan dana maupun waktu. Akibatnya, pekerjaan humas cenderung reaktif, bergantung pada isu-isu yang sedang berkembang alih-alih mengantisipasi isu tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline