Seberapa yakin kamu tidak pernah jatuh cinta pada pandangan pertama? Kan? Aku tak akan percaya kalimat-kalimat pembelaan diri yang engkau lontarkan itu demi menjaga kewibawaan pribadimu agar tidak dinilai mudah jatuh cinta kepada lawan jenis. Itu mustahil. Aku tau, engkau pernah tergila-gila dan kesurupan karena cinta. Ya, itu semua hal yang wajar. Walau kita pahami bahwa sejatinya cinta pada pandangan pertama merupakan ketertarikan semata yang dibumbui oleh nafsu. Ataukah engkau berpikir itu merupakan sebuah anugerah dari Tuhan yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu? Tidak sama sekali. Tidak. Kamu hanya terjebak dalam gejolakmu sendiri. Itu mutlak adanya. Apa kamu masih membantah, Et?
Sudahlah, kamu tak ingin bicara padaku. Akupun lelah bagaimana cara menyikapi dengan keadaanmu yang kacau-balau dibutakan oleh cinta. Kamu tahu, kamu itu hebat. Mandiri. Bisa mengatasi sebagian besar persoalan hidup yang darurat sekalipun. Kamu bijak. Mengapa hal konyol semacam ini membuatmu seakan sedang berada di padang gurun? Mengendarai seekor unta, kekeringan, panas, dan pepohonan tampak tak punya harapan karena kekurangan air. Lupakan! Kembalikan pikiran sehatmu, Et. Pikiranmu dirasuki oleh percikan cinta palsu. Ayolah, be Et as I know not in this way! Masih ingat lagunya,...
"It's probably me by Sting? Yeah, masih ingat."
Sahut Et,setelah sekian menit aku berkampanye tentang keadaannya yang terpuruk dikarenakan mabuk cinta pada pandangan pertama yang aku pastikan hanya dirinya yang merasakan itu.
"Stronger than you by Tim Montana!" Jawabku.
"Oh, pernah dengar. Tapi tidak hafal liriknya. Memang musiknya bikin mood booster."
"Oke. So! Sepertinya pikiranmu perlahan kembali ke jalan yang benar. Aku masih disini mendengarkan langkah terbaik kamu agar keluar dari zona yang menyesatkan itu."
Hm... jadi gini...
Sudah kuperingatkan diri ini untuk tidak jatuh cinta lagi setelah sekian kali tersakiti. Tapi entah kenapa mata ini selalu saja menemukan target baru untuk dipandang lalu mata mengijinkannya masuk ke hatiku, Samanta. Percayalah, aku tak memintanya. Dan aku tak tahu bagaimana caranya agar hal itu tidak terjadi. Jika saja, aku tahu segalanya mungkin jalan cerita hidupku tak akan seperti ini. Namun, kita berdua sama aja, kan? Kita sama-sama hanyalah manusia biasa yang sedang berjuang, kadang-kadang perjuangan kita seperti usaha menjaring angin. Bangkit dan coba lagi adalah jalan ninja kita. Selalu dipkasa kuat oleh keadaan.
Pada suatu waktu, semua berawal dari kunjungan ke sebuah desa terpencil di balik gunung itu. Kala itu aku dan beberapa rekan kerja melakukan kunjungan dadakan ke desa yang unik ini. Untuk bisa ke desa ini kami perlu melewati beberapa perkampungan kecil, ada beberapa pulau yang masih asli, persawahan yang luas dan beberapa desa juga sekolah. Dan uniknya lagi di kampung ini tak ada listrik, Samanta. Tak ada internet, tak ada radio sekalipun. Apa kamu pernah ke daerah seperti ini di dalam hidupmu? Jujur saja. Sebagai bestfriend kita bicara dari hati ke hati. Jangan malu-malu.
Tak pernah kubayangkan, ketika pertengahan jalan pas ditanjakan berkabut tebal ada penampakan lelaki gagah, tegap, memakai ransel mini warna hitam. Kala itu dia mengenakan sweater cream, rambut kriting yang sedikit panjang diikatnya dan menumpuk dibalik tengkuknya. Aku terpana seketika. Dan seketika itu, dia balik badan melihat ke belakang. Dia hanya ingin memastikan ada berapa orang pendaki lainnya yang sedang bersama-sama menuju kampung di balik gunung itu. Seketika itu juga, aku terpikat melihat wajahnya yang begitu manis. Overall, he is my type, Samanta. Secara genetik aku merasa seperti melihat diri sendiri. Dia itu bagaikan kembaranku tapi beda rahim dan beda jenis kelamin. Apa kau pikir ini semua kedengarannya terlalu berlebihan karena aku sedang dihadang virus mabuk cinta? No! it's real, Samanta. It's real! Aku pastikan kamu sudah pernah bertemunya hanya dengan memandang wajahku. Dia sangat mirip denganku, Samanta.