Lihat ke Halaman Asli

Setelah Sebelas Tahun Menikah..

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebelas tahun nikah itu hebat loh!", ujar seorang bujangan kepada kami. Kepada saya dan suami pada hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-11, 30 Juli 2011 sabtu kemarin.

Saya langsung nyaut sambil terheran-heran,"Heh? Hebat ya? Perasaan biasa aja deh"

Suami saya pun bilang dengan gaya bijaknya tea,"Masih banyak yang lebih berprestasi"

Sebelas taun dibilang hebat? Anak masih SD gini, belom jadi apa-apa kalipun. Ya ibu bapak kami lah rasanya yang lebih layak dibilang hebat. Puluhan tahun hidup bersama, dan bisa membesarkan putra-putrinya dengan baik.

Sungguh memang ibu bapak saya dan ibu bapak mertua saya telah memberi contoh yang baik untuk sebuah kehidupan rumah tangga. Sehingga kami putra putrinya bisa meniru mereka dalam gaya saling asah asih dan asuhnya, bahkan meniru gaya 'bertengkar'nya. Bertengkar yang tidak berlebihan, yang kemudian saling mengalah. Bertengkar yang tidak serius. Marah karena sayang, dan untuk kebaikan. Bukan marah untuk melepas ego.

Rasa hati di malam tahun kesebelas, memang tak sama dengan rasa hati di malam pertama. Tak ada lagi desir rasa  yang menggebu, tak ada lagi rindu yang membara. Halah. Tapi, apa ya? Sulit diungkapkan rasa hati ini. Hanya tenang, tentram, bahagia..

Suamiku bukanlah lelaki paling ganteng di dunia ini. Paling sholeh ya engga juga. Paling baik, bukan juga. Segala kekurangannya sudah tampak begitu jelas di mata saya, tapi saya suka. Saya tenang bila bersamanya,  saya merasa kehilangan jika dia tidak ada, dan saya takut membuatnya marah. Itu saja.

Saya juga gak tau apa yang membuat saya bertahan hidup bersama dengan orang yang sama, tanpa merasa bosan dan tanpa pernah berpikir untuk mencari gantinya. Yang jelas memang karena Allah yang memberi kami ketentraman. Yang bisa saya lakukan untuk meraih barokah-Nya berupa sakinah, mawaddah, wa rahmah memang ada, tapi rasanya masih sedikit juga usaha saya itu. Ini pure bener Allah yang kasih rasa.

Yang keingetan mah, pokonya saya gak boleh ngomongin aib suami di depan orang lain. Sementara ini hal-hal yang bikin saya kesel, biar saya telen sendiri aja bulat-bulat, dan diomongin langsung ke suami.  Biar sambil nangis-nangis juga yang penting saya ngomong. Sehingga suami tau apa yang jadi kekesalan saya padanya. Lha kalo kita ngomongnya ke orang, mana suami bisa tau? Minimal tau dulu lah. Ngerti biar belakangan. Hehe.

Duh, sedikit aja saya 'ngejelekin' suami di depan orang lain, sekalipun itu sahabat saya, rasanya kok seperti cakar-cakar muka sendiri. Engga banget gitu loh. Rasanya seluruh dunia ngomong: "kalo suami elu jelek, lantas kenape elu mau sama dia?" Hihi.

Tau engga, kalo dikit-dikit aja kejelekan orang diomongin, rasanya orang itu jadi beneran paling jelek di dunia ini, dan kita adalah orang yang paling menderita karena terzholimi oleh kejelekannya. Sing demi, begitulah.
Ya saya juga kalo kira-kiranya udah parah banget mah, curhat kali sama sahabat. Yang tujuannya untuk cari solusi dan melegakan hati. Bukan asal curhat dan mencari pembenaran untuk diri kita sendiri. Tapi alhamduliLlah sampai saat ini belum ada yang membuat saya nangis-nangis ngaduin suami ke sahabat terdekat saya sekalipun. Berjuta kali hamdalah pokonya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline