Dok.; sedang di IAIN Madura (Idrus/audit)
Siapa yang membuat kebenaran itu terpenjara, tuhan, manusia ataukah justru kebenaran itu sendiri yang memenjarai dirinya di dalam penjara kebenarannya?
Atau justru kebenaran hanya sebatas omong kosong yang tidak usah dipercaya kebenarannya lantaran setiap waktu kebenaran berubah-rubah?
Kebenaran masih banyak yang memperselisihkan. Saking banyaknya yang berselisih, jarang-jarang ada manusia yang mau berebut salah, rata-rata manusia berebut benar.
Kebenaran yang satu menyalahkan kebenaran yang satunya, kebenaran yang satunya menyalahkan yang satunya lagi.
Mungkinkah kebenaran itu malah tidak ada atau mungkin justru kebenaran yang otentik itu ternyata masih terpenjara?. Jika seperti itu bisa dikatakan manusia masih hidup dengan mimpi-mimpi. Benarkah?
***
Berbicara kebenaran, sepertinya tidak ada ujungnya dan tidak ada lelahnya untuk dipuja dan bahkan tidak jarang harus dicibir, lantaran selalu membuat tanda tanya raksasa di kepala manusia termasuk saya pribadi.
Kebetulan saya lahir dari rahim ibu yang notabeni beragama Islam dan mulai dari kecil harus hidup ditengah-tengah kentalnya doktrinasi agama. Namun bagi saya, kepercayaan terhadap suatu kebenaran tidak dapat ditarik pada faktor keturunan.
Melainkan suatu kebenaran harus dicari, dipikirkan dan ditelaah sebelum benar-benar diyakini. Saya lahir di desa Nagasari, kecamatan Palengaan, kabupaten Pamekasan, Madura. Yang jauh dari kebudayaan Filsafat. Namun saya berkeyakinan bahwa kebenaran tak berbicara tempat tapi berbicara belief (kepercayaan) dan understanding (pemahaman).
Sering dikala sendiri, saya mencoba berkontemplasi untuk mencari kebenaran. Hingga suatu ketika saya berpikir bahwa kebenaran itu tidak ada karena dalam satu atap masih saja banyak yang berselisih, padahal sama-sama berada pada tumpuan yang sama yakni "Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah" (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).