Aku masih mencoba tegar, dari rasa sakit disaat membuat keputusan menjauh, dan melupakanmu. Namun kenangan, bayang-bayang dari senyummu, selalu datang disaat tak lagi ku harap-harapkan. Semua janji, semua hal yang terlewati, membuat setiap luka ini kembali terbuka dan menyala - nyala. Apakah harus setragis ini akhir dari perjalanan cintaku padamu Sar? Tapi kusadar memang ini yang seharusnya, yang terbaik.
Seharusnya aku lebih berkaca, Ayahmu benar. Aku bukan siapa - siapa, hanya pegawai kelurahan yang memiliki gaji tak seberapa. Ku akui Sar. Telah kucoba memikirkan orang lain, mencari kesibukan lain. Berusaha menerima, tapi tetap sakit di hati ini kembali terasa, seperti ada yang hilang. Entah apa?! Apakah aku harus jujur semuanya kepadamu, Sar? Hm ... Tidak! Ini terbaik untukmu Sar. Aku tak akan merusak atas apa yang telah kukorbankan. Kamu harus bahagia, dan aku akan ikut bahagia.
Ku lirik kalender dinding, yang terletak di sebelah lemari kayu tua dengan warna khas kecokelatannya disaat datang di rumah. Ku hampiri dan ku lingkari sebuah tanggal di bulan ini. 22 September 2020 Aku sengaja melingkarinya, ku jadikan hari bahagiaku. Karena di hari itu, akan dilaksanakan satu pesta besar di rumahmu, dimana kamu akan bersanding dengan dia, sosok laki-laki gagah, mapan dan juga jumawa pilihan ayahandamu. Bergelar Letkol seperti idaman Ibumu. Memang lengkap kurasa kebahagiaanmu Sar. Dan laki - laki itu juga yang akan menggantikan Tugasku 5 tahun kebelakang ini. Untuk menghapus air matamu, mendekap sepimu, dan menjadi imam di keluarga kecilmu. Dan Akan kupastikan hadir, karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku.
Jatuh cinta ini salah, ku hampiri kursi rotan tua harta sepeninggalan kakek dari kebun yang kini di rawat Bapak. Kucoba duduk dan mencoba kembali mengiklaskan, dan menganggap semuanya seperti tidak ada apa - apa. Ku tarik Hp yang berada di saku celana, tak terasa ada sedikit rasa ketertarikanku untuk melihat kembali foto - foto tentang aku dan Sari. Ku cermati satu persatu, ada sisa-sisa cinta dari setiap senyummu yang masih tergambar indah disaat kita mengabadikan moment berdua, sewaktu menjajaki cagaralam dan objek - objek wisata di kota. Itu adalah hal yang paling kamu sukai kan Sar? Sehingga kamu disaat kuliah masuk ke Komunitas MAPALA.
"Jadi laki-laki itu harus tegar Can.." sebuah suara wanita begitu jelas dan terasa dekat sedang berbicara kepadaku.
"Eh, mamak." Aku yang sedikit kaget, dan bergegas mematikan Hpku.
"Mamak tau kamu sedih. Tapi, kamu laki - laki. Dan kamu sudah mengambil keputusan. Mungkin, itu benar yang terbaik untuk kamu. Dan juga untuk Sari." Sembari duduk di sebelahku.
"Yang sedih juga siapa Mak?" Jawabku spontan sambil mencoba mencari alasan
" itu tadi buktinya. kamu ngelihatin foto Sari kan?" Ucap mamak yang ternyata sudah memperhatikanku dari tadi.
"Ah mamak kebiasaan. Suka sok tahu. Lagikan, Candra cuman ngelihat - lihat foto teman - teman waktu kuliah dulu Mak." Jawabku
"Terus? kenapa yang mamak lihat barusan foto sari?"