Lihat ke Halaman Asli

Idris setiawan

Sang Pencinta Keheningan

Puisi | Kesombongan, Jalan, dan Sebuah Kenangan

Diperbarui: 21 Januari 2020   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku masih bermusuhan dengan tuhan.
Aku seperti daun yang jatuh dan terbawah angin, tersesat dan hilang harapan.
Kenangan masa kuliah, pekerjaan yang gagal dan mengantar adik sekolah selalu menghantuiku.
Yang dengan sekejab tuhan rampas kebahagiaanku.

Aku sombong,
Bahkan aku berubah...
Aku menahan banyak air mata, agar tak jatuh.
Aku ingin membuktikkan,
Bahwa tanpa melihatkan kelemahanku di depan tuhanku! Aku bisa bangkit.
Dan aku harus bangkit.

Tapi, setiap melewatkan adzan hati ku sedih...
Setiap mendengarkan ceramah'ceramah Ustad ternama di sosmed, aku bimbang.

Aku bukan lelaki yang baik.
Untuk menentukan sikap akupun tak bisa.
Hanya bisa diam, berjalan dan tetap pandangan kedepan.
Namun aku jau dengan tuhan.

Mungkinkah ini namanya pelarian.
Tapi, sampai kapan!
Sejadah yang biasa ku gunakan,
Al qur'an yang dulu sering ku pakai.
Semuanya hanya menjadi pajangan.

Aku yang malu,
Takut...
Tapi angkuh.
Kesombongan, yang ingin membuktikan.
Tanpa memohon aku masih bisa tetap berjalan.
Dan tak ingin kelihatan lemah di depan tuhan.
Sebab aku malu!
Aku malu dengan semua cerita hidupku.
Yang tak bisa menjaga adiknya!
Yang tak bisa meneruskan kuliahnya.
Yang belum bisa membahagiakan orang tuanya.
Aku malu...

"Tuhan aku rindu, tapi aku malu."
#Kesombongan, jalan dan sebuah kenangan

(Bekasi|21Januari2019.21:43WIB)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline