Lihat ke Halaman Asli

Idris Frenagen

Bachelor of Law

Aksesibilitas Informasi bagi Masyarakat Tuli (Hard of Hearing)

Diperbarui: 13 April 2021   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Informasi dan komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Akses mendapatkan informasi juga merupakan hak dari setiap masyarakat dan dilindungi oleh negara. Indonesia sebagai negara hukum tentu memberikan hak dasar bagi setiap orang untuk dapat memperoleh informasi dan berbagai bentuk komunikasi, termaktub di dalam konstitusi Republik Indonesia. Namun, berbeda halnya dengan penjaminan hak aksesibilitas informasi bagi khalayak tuna rungu (masyarakat tuli). Mereka diperhadapkan pada pelayanan informasi yang secara tidak langsung menunjukkan bentuk pelanggaran terhadap hak dasar mereka. Hal tersebut diperkuat dengan dikirimkannya "Surat Terbuka" kepada Presiden Joko Widodo, menyikapi pengabaian negara terhadap hak memperoleh informasi bagi disabilitas rungu di Indonesia terkait wabah COVID-19 oleh Komunitas Tuli/HoH/Disabilitas Rungu Indonesia (16 Maret 2020).

Informasi adalah hal krusial yang perlu untuk dilindungi khususnya bagi masyarakat tuli. Menurut studi, bahwa kelompok tuli adaah orang-orang yang memiliki hambatan dalam pendengaran, memiliki tingkat emosional yang tinggi, dan kelompok rentan yang membutuhkan perhatian khusus dalam berinteraksi baik dengan sesama kelompok tuli atau teman dengar. Menurut Murni Winarsih, gangguan mendengar yang dialami oleh orang dengan disabilitas rungu menyebabkan terhambatnya perkembangan bahasa, terhambatnya untuk mendapatkan informasi dan sangat penting untuk berinteraksi dengan orang lain. Pelayan publik dibidang Informasi dewasa ini acap kali tidak menjamin penyediaan akses memperoleh informasi bagi teman Tuli, khususnya pemberitaan upada COVID-19 baik di pertelevisian, konferensI pers dan teknik penyampaian informasi lainnya. Hal ini jelas dan terang menjadi sebuah persoalan, sehingga diperlukan gebrakan khusus bagi stake holders untuk menemukan problem solving atas problematic ini.

Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) berbunyi "setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia"  disisi lain terdapat peraturan turunan yang menjamin akan hak Aksesibilitas informasi, misalnya Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 5 huruf (m) dan (t) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang DisabilitasPasal 9 ayat 1 huruf (b) bahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention on the Rights of Person with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas),

Artinya apa? bahwa negara merupakan representasi subjek yang memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak dasar tersebut, sehingga menjadi suatu persoalan besar apabila terjadi diskriminasi hak bagi disabilitas rungu, sama saja negara melalukan pelanggaran bagi warga negara. Secara fundamental, bahwa negara adalah sang pemangku kewajiban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline