Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Perbaikan Pendidikan Bukan Hanya Sistem, tapi Juga Pola Pikir

Diperbarui: 26 Oktober 2024   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PERBAIKAN PENDIDIKAN BUKAN HANYA SISTEM, TAPI JUGA POLA PIKIR

Oleh: IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Pendidikan Indonesia Mau Dibawa ke Mana?) 

 

Pasca pelantikan Mendikdasmen Prof. Abdul Mu'ti, masyarakat, khususnya sebagian pelaku dan pemerhati pendidikan menyampaikan berbagai harapan dan aspiarsinya terhadap peningkatan mutu pendidikan. Diantaranya adalah kaji ulang kurikulum merdeka, PPDB Zonasi, dan Ujian Nasional (UN). Dihapuskannya UN dan kebijakan tidak boleh tidak menaikkan kelas berdampak terhadap rendahnya motivasi belajar peserta didik. Peserta didik tidak terpacu belajar dengan sungguh-sungguh. Bagaimanapun prestasi yang dicapai, ujung-ujungnya tetap naik kelas atau lulus. Belajar tidak lagi dianggap sebagai sebuah tantangan dan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna, tetapi hanya sebuah aktivitas untuk mendapatkan ijazah.

Hal yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah terkait dengan karakter peserta didik. Cukup banyak kasus peserta didik yang bermental lemah, kurang menghormati guru, melawan perintah guru, dan bahkan melakukan kekerasan terhadap guru. Sebagian orang menilai hal ini tidak lepas dari dampak dari kurikulum yang terlalu memberi kemerdekaan kepada murid, sedangkan di sisi lain, guru khawatir bertindak tegas karena takut berurusan dengan hukum.

Sistem yang saat ini masih berlaku merupakan upaya yang dilakukan sebagai solusi terhadap keluhan terhadap rendahnya mutu pendidikan di masa sebelumnya. Kemudian, sistem ini pun kemudian dikeluhkan karena dianggap tidak sesuai dengan harapan. Lalu, muncul keinginan "bernostalgia" dengan sistem masa lalu sebagai jawaban terhadap kurang memuaskannya sistem pendidikan yang saat ini diberlakukan.

Bongkar-pasang kebijakan, perubahan kurikulum, revisi regulasi, penghapusan regulasi, dan pembuatan regulasi baru menjadi suatu yang mungkin terjadi seiring dengan pergantian kepemimpinan. Sebuah pepatah mengatakan, setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Seorang pemimpin kadang ingin meninggalkan legacy pascakepemimpinannya. Hal inilah kadang menjadi motif terhadap adanya perubahan sebuah kebijakan atas nama evaluasi atau inovasi.

Sistem apapun yang digunakan dalam dunia pendidikan, tidak ada yang sempurna. Ada plus dan minusnnya. Setiap kebijakan yang diberlakukan memiliki madhab teori belajar dan filsafatnya masing-masing. Semuanya benar dalam pandangan filsafatnya masing-masing. Pihak yang menyatakan bahwa proses belajar akan terjadi secara efektif dan berdampak jika peserta didik diawasi, dikondisikan, dikendalikan, dan dikontrol oleh guru ada benarnya. Ini yang disebut madhab pembelajaran behaviorisme. Pada pembelajaran yang menggunakan madhab behaviorisme, peran guru sangat dominan atau dikenal juga dengan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centre).

 Sedangkan pihak yang menyatakan bahwa belajar harus dilandasi dengan pemberian kesempatan peserta didik untuk mengeksplorasi gagasan, pengalaman, mencari, dan merumuskan solusi dari permasalahan yang dihadapi disebut madhab pembelajaran konstruktivisme. Pada pembelajaran yang menganut madhab konstruktivisme pembelajaran berpusat kepada murid (student centre). Pada tipe pembelajaran ini pun, proses belajarnya diarahkan untuk memanusiakan manusia sejalan dengan filsafat humanisme.

Kembali kepada adanya aspirasi perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di era Menteri Abdul Mu'ti. Hal itu tentunya sah-sah saja dan layak dihormati sebagai bagian dari demokrasi. Walau demikian, menurut saya, masalahnya bukan pada perbaikan sistem saja, tetapi juga perbaikan pola pikir (mindset) para pemangku kepentingannya (stakeholder).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline