Pelaksanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun selalu memunculkan polemik dan mendapatkan sorotan banyak pihak. Orangtua yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri banyak yang mengeluh.
Katanya wajib belajar, tetapi mau menyekolahkan anak saja susah. Belum lagi biaya sekolah makin mahal. Itulah keluhan mayoritas orangtua pada saat PPDB.
Menurut saya, ada 7 faktor yang menyebabkan munculnya polemik saat PPDB, yaitu:
(1) Masih adanya pola pikir negeri minded.
Orangtua merasa bangga kalau dapat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Masih ada orangtua yang menilai mutu sekolah negeri lebih baik dari sekolah swasta sehingga sekolah swasta dianggap sebelah mata.
(2) Masih adanya mindset sekolah favorit dan nonfavorit.
Pemerintah sebenarnya tidak mendikotomikan atau melabeli sekolah favorit dan nonfavorit. Tetapi di lingkungan masyarakat label tersebut sudah lama muncul.
Sebuah sekolah dilabeli sebagai sekolah favorit biasanya dikaitkan lulusannya yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit dan terkenal, mutu gurunya yang bagus, mutu sarana-prasarananya yang memadai, dan lokasi sekolah yang strategis.
Orangtua yang berasal dari ekonomi mapan berani membayar mahal asal anaknya masuk sekolah negeri favorit. Pendaftar ke sekolah favorit selalu membludak, melebihi kuota yang telah ditentukan. Bahkan jauh-jauh hari sebelum dibuka PPDB, sudah ada waiting list. Hal ini yang kadang mengundang potensi pelanggaran terhadap aturan PPDB.
Label sekolah nonfavorit diberikan kepada sekolah yang memiliki ciri kebalikan dari sekolah nonfavorit. Mereka adalah sekolah dengan kualitas rata-rata bahkan dicap bermutu rendah.