Oleh : IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Asesmen diagnostik perlu dilakukan oleh guru sebelum melakukan pembelajaran berdiferensiasi. Mengapa?
Karena hasil dari asesmen diagnostik akan menjadi dasar-dasar atau pertimbangan bagi guru dalam menyusun rencana pembelajaran, strategi pembelajaran, bahan ajar, dan asesmen pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan gaya belajar peserta didik.
Asesmen diagnostik terdiri dari asesmen diagnostik kognitif dan asesmen diagnostik non-kognitif. Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal atau kesulitan peserta didik sebelum mempelajari materi tertentu. Bentuknya misalnya pre-test, tanya jawab, kuis, atau games.
Sedangkan asesmen diagnostik kon-kognitif bertujuan untuk mengetahui latar belakang sosio-psikologis murid. Bentuknya bisa tanya jawab, wawancara, angket, observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, penilaian orang tua, atau studi dokumentasi.
Dalam melakukan asesmen diagnostik, guru dapat bekerja sama dengan wali kelas, guru BK, atau psikolog.
Pertanyaannya yang mungkin ada pada benak guru adalah apakah guru selalu harus melakukan asesmen diagnostik saat akan memulai pembelajaran? Apakah hal tersebut tidak akan merepotkan guru dan menyita banyak waktu?
Asesmen diagnostik pada prinsipnya dapat dilakukan oleh guru pada awal semester, awal minggu pertemuan, atau sebelum menyampaikan materi yang baru.
Dalam konteks kognitif, pada pertemuan sebelumnya, mungkin saja murid sudah menguasai konsep dasar dari materi yang akan dipelajarinya, sedangkan pada materi baru, perlu ada penyesuaian lagi.