Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Murid Kena Mental Saat Belajar, Tanda Belum Optimalnya Pembelajaran Berdiferensiasi

Diperbarui: 13 Januari 2024   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi siswa belajar bersama. Sumber: Grid.id/Agung Pandit Wiguna

MURID KENA MENTAL SAAT BELAJAR, TANDA BELUM OPTIMALNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Asesmen Diagnostik dan Pembelajaran Berdiferensiasi)

Seorang ibu curhat bahwa anaknya yang masih duduk di kelas I SD pada hari tertentu tidak mau sekolah karena mental. Anaknya tidak bisa bahasa Inggris sehingga dia menjadi malas belajar dengan gurunya sekaligus malu terhadap teman-temannya yang mungkin lebih lancar bahasa Inggris dibandingkan dengan dirinya.

Kalau seorang murid sudah bad mood terhadap gurunya, bukan hal yang mudah untuk memulihkannya. Walau pun guru menggunakan beragam cara, metode, atau strategi saat mengajar, saat muridnya sudah bad mood, maka suasana pembelajaran akan kurang nyaman. Bad mood itu kadang muncul bukan hanya akibat guru yang kurang mampu menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak, tetapi juga akibat karakter pribadi guru yang kurang membuat murid nyaman. Misalnya guru terkesan galak, kaku, kurang ramah, atau suka melabeli negatif murid tertentu yang lambat memahami materi.

Menurut saya, ada beberapa hal fundamental yang perlu dipahami oleh guru dalam konteks pembelajaran. Pertama, murid tidak akan mau belajar dari guru yang tidak disukainya. Sehebat apapun guru menyusun rencana pembelajaran atau bahan ajar, kalau muridnya sudah tidak suka terhadap personal gurunya, maka dia sulit untuk aktif dalam proses pembelajaran. Kalau pun dipaksanakan ikut, hal tersebut lebih kepada sekadar menggugurkan kewajibannya sebagai murid.

Kedua, murid tidak peduli seperti apa rencana pembelajaran dan bahan ajar yang disusun oleh gurunya. Hal yang diperlukan murid pada level apapun hanya suasana pembelajaran yang membuat mereka nyaman dari seorang guru yang ramah, bersahabat, menyenangkan, dan penjelasannya mudah dipahami. Peran guru di sekolah bukan hanya sebagai sumber dan fasilitator pembelajaran, tetapi juga sebagai orang tua kedua dan sebagai sahabat bagi murid-muridnya.

Semangat kurikulum merdeka adalah guru dapat memfasilitasi pembelajaran yang berpihak kepada murid agar terwujud kesejahteraan murid (student wellbeing). Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru diharapkan dapat mendesain dan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan awal, gaya belajar, minat, dan kebutuhan mereka.

Sebelum guru melakukan pembelajaran berdiferensiasi, ada "pintu gerbang" yang harus dilalui, yaitu asesmen diagnostik yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal, kesiapan belajar, gaya belajar, minat, dan karakteristik.

Asesmen diagnostik terdiri dari asesmen diagnostic kognitif dan asesmen diagnostik non-kognitif.  Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal atau kesulitan peserta didik sebelum mempelajari materi tertentu. Bentuknya misalnya pre-test, tanya jawab, kuis, atau games. Sedangkan asesmen diagnostik kon-kognitif bertujuan untuk mengetahui latar belakang sosio-psikologis murid. Bentuknya bisa tanya jawab, wawancara, angket, observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, penilaian orang tua, atau studi dokumentasi. Dalam melakukan asesmen diagnostik, guru dapat bekerjasama dengan wali kelas, guru BK, atau psikolog.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline