Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Mungkin Ramadan Tahun Ini adalah Ramadan Terakhir

Diperbarui: 3 Mei 2021   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Cerpen Ramadan

MUNGKIN RAMADAN TAHUN INI ADALAH RAMADAN TERAKHIR

Oleh: IDRIS APANDI


"Mas, bapak minta maaf ya jika ada kesalahan. Mungkin ramadan tahun ini adalah yang terakhir buat Bapak. Usia bapak saat ini 79 tahun. Kondisi fisik bapak juga sudah menurun. Bapak sudah sering sakit-sakitan" Ucap Pak Kasim sambal memegang pundakku saat kami pulang bersama setelah salat berjemaah subuh. "Ya semoga kita semua disehatkan, dipanjangkan umur dan bisa merasakan kembali bulan ramadan tahun depan pak." Ucapku sambil tersenyum dan memegang tangan pak Kasim yang memegang pundakku.

Bagiku, ucapan pak pak Kasim tidak seperti biasanya. Kami biasanya saling sapa, menanyakan kabar, atau hanya ngobrol yang ringan-ringan saja sampai kami berpisah di depan rumah pak Kasim. Kebetulan kami sudah bertetangga selama 16 tahun. Jarak Rumah Pak Kasim dan rumahku sekitar 7 meter saja. Terhalang oleh tanah kosong yang ada diantara rumah kami. Selama beberapa tahun ini, pak Kasim memang beberapa kali dirawat di rumah sakit. Mungkin seiring usianya yang semakin uzur.

Pak Kasim adalah seorang pensiunan dari sebuah BUMN. Sehari-hari aku perhatikan kegiatannya banyak diisi dengan beristirahat di rumahnya dan kalau datang waktu salat dan kondisinya sehat, dia segera bergegas menuju mesjid. Kalau kebetulan di mesjid belum ada yang azan, dia suka azan. Nafasnya agak sesak kalau sedang azan. Dia tidak azan dengan nada yang indah seperti muazin pada umumnya. Tapi bagiku hal tersebut luar biasa karena karena dalam keterbatasan fisiknya, dia mau mengajak untuk salat berjemaah di mesjid.

Kalau kebetulan aku bertemu dengannya, selain saling bersalaman dengan erat disertai dengan senyum yang mengembang, dia mendoakan aku beserta keluargaku semoga sehat dan Panjang umur. Aku pun menimpalinya dengan doa yang sama. Itulah indahnya hidup rukun dalam bertetangga. Saling mendoakan dan saling memberikan dukungan.

Ucapan pak Kasim memberikan pesan yang bermakna untukku, yaitu terkait dengan kematian yang suatu saat akan menimpa setiap makhluk yang hidup. Urusan kematian adalah misteri. Tidak ada yang mengetahuinya selain Allah, Dzat yang berkuasa menghidupkan dan mematikan setiap makhluk ciptaan-Nya. Saat ajal tiba, tidak akan ada yang dapat menghalanginya.

Dalam sebuah ceramah, aku pernah mendengar bahwa kematian tidak mengenal nomor urut, tapi nomor cabut. Intinya, siapa pun bisa meninggal kapan saja dan dimana saja. Ada orang yang terlihat sehat, segar, bugar, eh, tiba-tiba terkena serangan jantung lalu meninggal. Ada yang sudah sakit-sakitan, tua renta, tapi dia belum ditakdirkan meninggal oleh-Nya. Intinya, usia muda atau tua tidak menjamin siapa yang akan meninggal lebih dulu. Bahkan bayi yang masih ada dalam kandungan pun bisa meninggal alias keguguran.

Setiap orang tentunya ingin meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Oleh karena itu, saat salat ada bacaan doa yang isinya supaya terhindar dari fitnah dunia dan fitnah dajjal. Ada juga bacaan doa yang isinya memohon untuk diberikan kesempatan taubat sebelum maut, mendapatkan rahmat saat maut, dimudahkan saat sakaratulmaut, dan mendapatkan ampunan setelah maut.

Bukan hanya bagi Pak Kasim, tapi bagiku atau bagi yang lain, Ramadan tahun ini bisa jadi Ramadan yang terakhir. Oleh karena itu, memang idealnya bulan mulia ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena tidak ada jaminan untuk merasakan kembali Ramadan tahun berikutnya. Tapi ya itulah. Semakin mendekati akhir bulan Ramadan, energi ibadah kok terasa semakin berkurang ya? Ibarat lari, sudah ngos-ngosan mau kehabisan tenaga. Salat tarawih sudah bolong-bolong, fokus perhatian mulai buyar kepada persiapan lebaran yang sifatnya materil, seperti baju dan kue lebaran. Walau masih kondisi pandemi, tetapi masyarakat tetap berburu kebutuhan lebaran ke toko-toko dan pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline