BAGAIMANA SEKOLAH DAN ORANG TUA MENYIKAPI AKM?
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)
Tahun 2021 Kemendikbud akan melaksanakan Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dan UJian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). AN terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu: (1) Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) pada jenjang SD/MI SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK, (2) survei karakter, dan (3) survei lingkungan belajar. Tujuannya adalah untuk PEMETAAN MUTU PENDIDIKAN yang akan dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan terkait peningkatan mutu pendidikan.
Terkait dengan AKM, hal ini bertujuan untuk memotret kemampuan siswa dalam hal kognitif (membaca/literasi dan numerasi) peserta didik. AKM TIDAK MENENTUKAN KELULUSAN peserta didik dari satuan Pendidikan. AKM pun tidak ada kaitannya dengan perangkingan atau penilaian kinerja sekolah.
AKM wajib diikuti oleh setiap sekolah tapi pesertanya SAMPLING yaitu kepada peserta didik kelas 5 SD/MI (maksimal 30 orang peserta didik), kelas 8 SMP/MTs (maksimal 45 orang peserta didik), dan kelas 11 SMA/MA/SMK (maksimal 45 orang peserta didik). Adapun soal yang wajib dikerjakan yaitu sebanyak 30 SOAL bagi peserta didik kelas 5 SD/MI dan masing-masing sebanyak 36 SOAL untuk peserta didik 8 SMP/MTs, dan kelas 11 SMA/MA/SMK. Soal-soal yang diberikan tidak fokus pada mata pelajaran tertentu, tetapi soal-soal yang merangsang kemampuan berpikir kritis dan analitis peserta didik dan mengasah kemampuan membaca/literasi dan numerasi. (Sumber: Pusmenjar Kemendikbud, 2020).
Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) tahun 2018, pada kompetensi membaca, Indonesia berada pada urutan 72 dari 77 negara, pada kompetensi matematika, berada pada urutan 72 dari 78 negara, dan pada kompetensi sains, berada pada urutan 70 dari 78 negara (Kompas, 05/04/2020). Hal inilah yang mendorong Kemendikbud melaksanakan AKM, yaitu agar kemampuan peserta didik dan mutu lulusan terus meningkat dan bisa kompetitif pada level internasional seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Walau sebenarnya Kemendikbud telah menyampaikan informasi dan sosialisasi terkait AN dan AKM, tetapi di lapangan masih ada kesimpangsiuran. Seolah-olah AKM sama dengan UN, padahal tujuan, bentuk, dan sasarannya berbeda. Menurut saya, AKM justru akan jadikan sebagai sarana bagi Kemendikbud untuk mengevaluasi dan merefleksikan dirinya. Hasil dari AKM adalah gambaran dari sejauh mana pembinaan peningkatan mutu pendidikan yang telah dilakukan.
Jika hasil AKM masih belum sesuai dengan harapan, maka Kemendikbud akan mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan mutu lulusan, seperti kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan. Beberapa hal tersebut yang nantinya akan terus ditingkatkan. Sampai dengan saat ini 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) menjadi pekerjaan rumah yang masih terus ditingkatkan oleh Kemendikbud.
Ada guru dan orang tua yang bertanya kepada saya, apakah dalam rangka mempersiapkan peserta didik mengikuti AKM, mereka harus di-drill mengerjakan soal-soal latihan AKM seperti halnya saat mau mengikuti UN? Menurut saya, para guru tidak perlu men-drill peserta didik mengerjakan soal-soal latihan AKM, sehingga cenderung mengabaikan mata pelajaran yang lain.
Laksanakan saja KBM yang berkualitas dan bermakna bagi peserta didik, laksanakan pengukuran hasil belajar secara otentik dan objektif baik melalui tes formatif maupun tes sumatif. Toh, sasarannya juga bukan peserta didik yang berada di kelas akhir, tapi kelas sebelum kelas akhir (kelas 5, 8, dan 11), sehingga hasil AKM nantinya bisa ditindaklanjuti oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.