Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Corona Membuatku Merana, tapi Tak Boleh Putus Asa

Diperbarui: 3 Mei 2020   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CORONA MEMBUATKU MERANA, TAPI TAK BOLEH PUTUS ASA

Oleh: IDRIS APANDI

 "Pak, uang belanja tinggal 10 ribu lagi." Ucap istriku kepadaku sambil memperlihatkan dompetnya yang berisi selembar uang Rp10.000,00. Hal tersebut seolah menjadi pesan darinya bahwa uang belanja sudah mau habis dan memintaku untuk memberikan tambahan uang belanja padanya. 

Apalagi saat ini bulan puasa, biasanya pengeluaran pun menjadi lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan biasa, karena harus mempersiapkan menu buka puasa dan menu sahur.

"Iya bu. Nanti bapak kasih tambahan uang belanjanya." Jawabku, dengan singkat padanya. Aku menjawab seperti itu bukan berarti aku punya uang, tetapi hanya sekadar untuk menenangkan istriku saja. Aku sendiri sebenarnya sudah tidak punya uang lagi. Dompetku hanya berisi KTP, SIM, STNK motor, dan Kartu ATM yang saldonya hanya 25 ribu lagi.

Hampir dua bulan aku dirumahkan dari pabrik tempatku bekerja karena dampak wabah Corona. Setelah itu, aku sama sekali tidak punya penghasilan lagi. Aku beserta istriku bertahan hidup dari dari gajiku bulan lalu. 

Aku mencoba daftar jadi ojek online, tapi ternyata tidak diterima, karena sudah terlalu banyak. Lagian, saat ini ojek online pun dilarang membawa penumpang, tapi hanya diperbolehkan membawa angkutan barang.

Kegiatanku sehari-hari di rumah banyak diisi dengan membersihan rumah, menemani kedua anakku, Ayu dan Rendi belajar dan mengerjakan tugas dari guru-gurunya. 

Ayu kelas VII SMP dan Rendi kelas IV SD. Di saat santai, aku mencoba mencari informasi lowongan pekerjaan kepada melalui WA teman-temanku, tapi kondisi saat ini memang sedang sulit. Bukan hanya aku yang dirumahkan, tetapi sebanyak 200-an orang karyawan lainnya pun bernasib sama.

Di tepas rumah, kadang aku suka duduk sendiri, merenung, memikirkan nasibku dan keluargaku di masa datang. Kalau kondisinya begini, aku sulit untuk bertahan. Aku tidak tahu kemana harus mencari pinjaman uang. 

BPKB motorku sudah kugadaikan tiga bulan yang lalu. Kebetulan aku perlu uang untuk membayar utang kepada temanku, bekas biaya rumah sakit istriku yang dirawat karena sakit maagnya kambuh. Istriku memang mengidap sakit maag sudah cukup lama. Dia suka lupa makan dan makannya kurang teratur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline