Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Opor Ayam buat Ilham di Sahur Hari Pertama Puasa

Diperbarui: 20 April 2020   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mak, puasa tinggal lima hari lagi ya?" tanya Ilham kepada ibunya, Sukirah. "Iya Ham.", Sukirah menjawab pertanyaan Ilham dengan singkat dan datar. "Nanti hari pertama sahur, Ilham ingin makan sama opor ayam ya. Opor ayam buatan emak enak sekali." Ucap ilham sambil duduknya mendekati ibunya yang sedang duduk di teras rumah kontrakannya.

Sambil memeluk dan mengusap-usap kepala Ilmah, Sukirah menanggapi permohonan anaknya tersebut, "Maafkan emakmu nak jika puasa hari pertama tidak bisa memasak opor ayam, karena mungkin tidak punya uang untuk membeli daging ayam.

Saat ini pun emak sedang bingung untuk bekal besok. Biasanya suka ada tetangga yang minta emak nyuci atau nyetrika pakaian, tapi sudah seminggu lebih tidak ada. Mungkin mereka juga sedang kesulitan keuangan akibat Corona." 

"Oh gitu mak. Terus kita nanti sahur pertama sama apa?" tanya Ilham menyusul jawaban ibunya sambil mentap dengan tajam wajah ibunya seolah berharap ibunya itu tetap menyajikan menu spesial saat sahur pertama bagi dia dan adiknya.

"Hmhh... entahlah Ham. Ibu juga enggak tahu. Mudah-mudahan saja ada rezekinya buat bikin opor ayam. Yang penting kita semua sehat." Jawab Sukirah kepada Ilham dengan tatapan mata yang kosong.

Sukirah adalah janda beranak dua. Sudah lima tahun ditinggal oleh suaminya, Suminta karena sakit maag akut. Selama lima tahun ini, dia banting tulang, berjuang menghidupi Ilham dan Rini. Ilham saat ini kelas III SMP dan adiknya Rini kelas IV SD. Ilham tahun ini ingin melanjutkan ke SMA, sedangkan Rini ingin melanjutkan ke SMP.

Sehari-hari, Sukirah mengandalkan bekerja sebagai buruh cuci dan setrika pakaian. Sewaktu-waktu dia pun suka jualan kue kering. Kuenya bukan buatan dia, tapi dia hanya ikut menjual kue yang dibuat oleh Bu Marni, tetangganya. Lalu dia mendapatkan persentase dari setiap kue yang terjual.

Untuk menambah penghasilan, dia mengumpulkan botol-botol plastik yang akan dijual ke pengepul rongsokan. Dalam seminggu biasanya dia bisa mengumpulkan antara 10-20 kg botol plastik bekas. Sekilo botol plastik bekas dihargai Rp2000.

Sebagai buruh cuci, penghasilannya tidak tentu kadang dapat Rp20.000, Rp30.000, atau tidak sama dapat sama sekali. Hidup di kota besar seperti Jakarta, uang sebesar itu tentunya jauh dari cukup untuk bisa hidup layak. Belum lagi dia harus membayar sewa kontrakan Rp450.000 setiap bulan.

Rumah kontrakannya terdiri dari satu ruang keluarga dan satu buah kamar tidur. Untuk memasak dia menggunakan teras kontrakan rumahnya, sedangkan mandi di kamar mandi umum yang disediakan oleh pemilik kontrakan. Beruntung Ilham dan Rini dapat bantuan sekolah gratis dari pemerintah sehingga tidak perlu memikirkan biaya sekolah.

Sukirah tinggal memikirkan biaya harian saja bagi mereka. Ilham menggunakan angkot sebagai sarana pergi dan pulang dari sekolah, sedangkan Rini, cukup jalan kaki saja ke sekolah, karena lokasinya tidak jauh dari kontrakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline