MENJADI WIDYAISWARA YANG PIAWAI BICARA DAN LINCAH MENULIS
Oleh:
IDRIS APANDI
(WI LPMP Jawa Barat, Penulisan Ratusan 800 Artikel dan 42 Buku)
Pasal 1 ayat (2) Permeneg PAN dan RB Nomor 22 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya menyebutkan bahwa "Widyaiswara adalah PNS yang jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disingkat Dikjartih PNS, dan melakukan evaluasi dan pengembangan Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disingkat Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah."
Ayat (3) menyebutkan bahwa Widyaiswara adalah "PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk Dikjartih PNS, dan melakukan Evaluasi dan Pengembangan Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah."
Menjadi widyaiswara (WI) tidak mudah. Ada proses ketat yang harus dilalui, mulai dari seleksi administratif, seleksi akademik, hingga harus lulus diklat. Oleh karena itu, tidak heran kalau cukup banyak yang ingin menjadi WI baik yang berasal dari tenaga administrasi/ struktural, tenaga fungsional guru, kepala sekolah, pengawas, atau tenaga fungsional lainnya.
Bahkan mantan pejabat pun cukup banyak yang berminat menjadi WI. Jika mendengar kata WI memang cenderung identik dengan "maha guru", orang yang ilmunya tinggi, wawasannya luas, bahkan dianggap serba tahu. Oleh karena itu, ada gengsi dan kebanggaan tersendiri saat seseorang menjabat sebagai tenaga fungsional widyaiswara.
Bicara (presentasi/ memfasilitasi) bisa dikatakan menjadi "makanan pokok" setiap widyaiswara (WI). Mengapa? Karena tugas utamanya adalah mendiklat peserta diklat, memfasilitasi peserta bimtek atau workshop. Pada saat diklat calon widyaiswara, setiap peserta berlatih presentasi atau peer teaching di hadapan sesama peserta dan puncaknya diuji oleh tim penguji hingga dinyatakan lulus diklat calon widyaiswara.
Setiap WI pastinya memiliki kemampuan berbicara di muka umum khususnya peserta diklat, walau tentunya memiliki gaya berbicara yang beragam. Ada yang kalem, ada yang humoris, ada yang semangat menggebu-menggebu, atau mengombinasikan berbagai gaya bicara tersebut sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi.