Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Memaknai Pidato Nadiem Makarim

Diperbarui: 25 November 2019   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pidato sambutan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang viral sebelum peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November 2019 membuatnya tidak membacakannya pada saat hari H-nya. Mungkin supaya tidak membuat bosan peserta upacara upacara.

Pidato yang singkat dan padat tersebut tampil beda dibandingkan dengan pidato-pidato menteri atau pejabat yang biasanya retoris, normatif, dan berhias kata-kata motivasi. Dalam isi pidatonya, Nadiem disamping mengapresiasi profesi guru sebagai profesi yang mulai sekaligus juga tersulit, Beliau juga menyoroti peran dan posisi guru yang yang kontradiktif antara harapan dan kenyataan. Dan jika dianalisis lebih jauh, isi pidatonya justru lebih  kepada evaluasi diri dan introspeksi diri di dalam Kemendikbud sendiri.

Jika ditelaah point-point isi pidatonya sebagai berikut:

Pertama:

"Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan."

 Posisi guru sebagai pelaksana dan sasaran kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, mereka taat dan turut saja terhadap apapun kebijakan pemerintah walau kadang disertai menggerutu karena dianggap membebani mereka.

Saya perhatikan, Pejabat Kemendikbud, Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, atau Badan Kepegawaian dalam sambutannya hampir pasti meminta guru melakukan sesuatu atau melarang guru melakukan sesuatu. Bahkan kadang disertai dengan "ancaman", kalau guru tidak begini, maka konsekuensinya akan begini.

Misalnya, bagi guru yang telah disertifikasi, kalau kekurangan jam mengajar, maka Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak akan cair. Akibatnya, guru yang kekurangan jam mengajar harus pusing mencari sekolah yang bersedia menampungnya.

Guru SD yang telah disertifikasi, tetapi gelar sarjananya tidak linier alias bukan dari jurusan PGSD, maka terancam kehilangan TPG dan kesulitan untuk naik pangkat. Akibatnya, guru-guru SD yang gelar sarjananya tidak linier resah dan terpaksa mengambil kuliah lagi karena takut kehilangan TPG dan takut kenaikan pangkatnya terhambat.

Saat mau pencairan TPG, guru disibukkan dengan pemberkasan berbagai administrasi. Bahkan beberapa waktu yang lalu ada aturan jika guru yang sakit, umrah, atau menunaikan ibadah haji TPG-nya dicabut dengan alasan tidak mengerjakan tugas. Tetapi, kemudian aturan ini kemudian tidak diberlakukan lagi.

Kedua:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline