Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Buah Manis Menjadi Widyaiswara Penulis

Diperbarui: 9 Oktober 2019   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BUAH MANIS MENJADI WIDYAISWARA PENULIS

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Ratusan Artikel dan Puluhan Buku)

Pasal 1 ayat (2) Permeneg PAN dan RB Nomor 22 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya menyebutkan bahwa "Widyaiswara adalah PNS yang jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disingkat Dikjartih PNS, dan melakukan evaluasi dan pengembangan Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disingkat Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah".

Jabatan fungsional Widyaiswara berada di lembaga atau balai diklat kementerian atau instansi milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagai widyaiswara, saya mau berbagi sekelumit pengalaman saya berkaitan dengan kegiatan menulis yang saya geluti sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini.

Menulis bukan profesi utama saya, karena profesi utama saya. Walau demikian, tidak dipungkiri bahwa menulis telah menjadi penunjang bahkan pendongkrak karir saya sebagai seorang widyaiswara. Mengapa demikian? Karena banyak orang mengenal saya bukan hanya dalam konteks sebagai pribadi atau sebagai widyaiswara, tetapi juga sebagai penulis. Ratusan artikel yang saya tulis di blog, koran, atau majalah telah dibaca banyak orang yang membuat mereka mengenal saya.

Begitu pun puluhan buku saya telah banyak dibaca dan dikoleksi para pembaca, khususnya dari kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, karena buku sesuai dengan profesi saya sebagai Widyaiswara di lembaga Pendidikan, maka buku-buku yang saya tulis pun lebih banyak bertema pendidikan dan pembelajaran.

"Candu" menulis mulai merasuki tubuh saya sejak tahun 2004 saat saya hanya sekedar membuat surat pembaca di koran lokal Bandung dan koran yang beredar luas di wilayah Jawa Barat sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk menulis artikel dan buku saat ini. Saking sudah kuatnya "candu" menulis dalam diri saya, saya merasa pusing, merasa kurang produktif, dan merasa kurang berharga terhadap diri saya sendiri kalau sekian hari tidak menulis. Dengan kata lain, saat saya tidak menulis, serasa ada yang hilang dalam diri saya.

Diakui atau tidak, banyak widyaiswara yang piawai dalam menjelaskan sebuah materi, tetapi belum tentu lancar dalam menulis, sehingga dia sendiri pun kesulitan dalam pengembangan profesinya. Mengapa demikian? Karena menulis memerlukan keterampilan khusus, yaitu harus mampu menata narasi, deskripsi, atau argumen secara runtut dan sistematis. Dan tentunya tidak asal menulis, tetapi harus berkualitas, setidaknya berkualitas dalam pandangan pembacanya. Oleh karena itu, saya merasa bersyukur kepada Allah Swt karena diberikan kemampuan lebih dari yang lain berupa mampu menulis karya tulis, walau saya sendiri belum seperti penulis-penulis yang sudah terkenal dengan buku-bukunya yang laris terjual (best seller) ribuan bahkan jutaan eksemplar.

Awal saya menulis bukan untuk menjadi profesi, tetapi hanya sekedar sarana curhat saja. Saya menemukan kebahagiaan dan kepuasan batin melalui tulisan. Saya merasa diri saya bernilai atau berharga melalui karya-karya tulis yang dihasilkan. Di saat dapat menyelesaikan sebuah tulisan, saya merasa bahwa harta kekayaan intelektual saya bertambah, dan akan menambah daftar portfolio kumpulkan tulisan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline