Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Kurban dan Spirit Mengisi Kemerdekaan

Diperbarui: 10 Agustus 2019   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perayaan Iduladha 1440 H bertepatan dengan peringatan 74 tahun kemerdekaan RI bulan Agustus 2019 M. Bagi bangsa Indonesia, bulan Agustus adalah bulan yang bersejarah karena pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kalau kita membaca buku-buku sejarah, maka begitu sangat luar biasa perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan pendiri bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan RI. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan nyawa demi mencapai kemerdekaan.

Perayaan Iduladha tidak dapat dipisahkan dengan pelaksanaan kurban, karena hal ini pun tidak lepas dari sejarah Nabi Ibrahim As yang diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail As yang kemudian diganti oleh Allah dengan seekor kambing, karena perintah tersebut hanya untuk menguji keimanan keduanya. Mereka telah berhasil meredam egonya dan memerdekakan hatinya dari rasa takut kehilangan baik sebagai orang tua maupun sebagai anak. Hal ini tentunya bukan hal yang mudah dan hanya berlandaskan kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.

Begitupun dengan kemerdekaan yang dicapai oleh negeri ini tidak lepas dari sikap rela berkorban dari para pahwalan dan pendiri bangsa. Bahkan diantaranya mereka ada yang bersatus sebagai pahlawan yang tidak dikenal dan tidak jelas dimana pusaranya. Walau demikian, mereka telah menyerahkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia.

Dalam konteks saat ini, ibadah kurban sangat relevan dengan spirit mengisi kemerdekaan. Kurban disamping sebagai bentuk ketaatan seorang hamba Allah terhadap syariat agama Islam, juga merupakan sebuah bentuk kepedulian sosial. Orang yang mampu secara materi rela berbagi dengan sesamanya, bahkan ada yang hidupnya sebenarnya lebih layak menerima (miskin harta) daripada memberi, tetapi justru berkurban.

Mengapa demikian? Karena disamping dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan pada-Nya, juga dilandasi oleh semangat ingin berbagi kepada orang lain, walau dirinya sendiri sebenarnya kekurangan. Singkatnya, mereka boleh miskin harta, tetapi kaya hati.

Orang yang masih bisa berbagi sedangkan mereka sendiri hidup susah adalah orang-orang yang sangat luar biasa. Mereka telah memerdekakan hatinya dari sikap kikir, rasa takut kekurangan, bahkan takut kehilangan, karena mereka yakin bahwa yang hal yang mereka lakukan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, tetapi sebuah kemenangan sekaligus kemuliaan di mata Sang Khaliq. Dan Tuhan pun tidak tidur.

Dia yang Maha memberi kelapangan rezeki ada kalanya langsung membalas kebaikan seseorang, tidak perlu menunggu di akhirat kelak. Kisah Seorang nenek yang bekerja sebagai pemulung tetapi dia berkurban, tiba-tiba ada yang memberinya paket umrah bisa menjadi sebuah pelajaran bagi kita. Itulah kuasa Tuhan yang diberikan melalui sesama makhluk-Nya.

Hal yang kontradiktif saat ini cukup banyak terjadi di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada pejabat dan wakil rakyat yang terlibat suap dan korupsi padahal, secara harta mereka adalah orang-orang kaya, secara jabatan mereka adalah orang-orang yang memiliki jabatan tinggi, secara kedudukan mereka adalah orang-orang terpandang, dan secara pendidikan, mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi. Lalu apa yang kurang dari mereka? Mereka kurang bahkan tidak pandai bersyukur.

Secara hati, mereka belum bisa memerdekakan dirinya dari sifat tamak. Semakin kaya bukannya semakin senang berbagi, tetapi semakin kikir dan semakin takut kehilangan, karena merasa semua harta yang dimilikinya adalah murni hasil jerih payahnya, tidak ada "campur tangan" Tuhan dan doa-doa orang miskin di dalamnya.

Kekayaan alam yang seharusnya didistribusikan untuk kesejahteraan rakyat malah dimonopoli. Impor bahan pangan untuk kebutuhan rakyat justru menjadi sarana bancakan antara oknum pejabat, wakil rakyat, dan kalangan pengusaha hitam. Para tengkulak merajalela menekan para petani, sehingga petani sulit untuk bisa sejahtera.

Ibadah kurban bukan hanya prosesi normatif menyembelih kambing atau sapi yang dikurbankan, tetapi harus menjadi simbol menyembelih sifat rakus, sifat serakah, dan sifat sombong manusia. Kurban harus bisa bisa menjadi simbol memerdekakan manusia dari hawa nafsu, sifat iri dan dengki terhadap orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline