Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Kurban dan “Ecoliteracy”

Diperbarui: 6 Agustus 2019   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kampanye terhadap pengurangan penggunaan plastik mulai gencar dilakukan oleh pemerintah dan berbagai organisasi pemerhati lingkungan. Hal ini dirasakan semakin mendesak untuk dilakukan ditengah semakin menghawatirkannya dampak negatif sampah plastik yang dihasilkan oleh masyarakat terhadap lingkungan.

Sampah plastik disamping dibakar atau dikubur, banyak yang dibuang ke selokan atau sungai. Akibatnya, disamping mencemari air, juga menyebabkan banjir karena menutupi saluran air dan membuat sungai makin dangkal. 

Sampah plastik menjadi sumber bencana lingkungan dan ekologis. Tahun 2013 sungai Citarum pernah disebut sebagai salah satu dari 10 sungai paling tercemar di dunia oleh Blacksmith Institute yang berbasis di New York dan Green Cross, Swiss, karena sangat banyaknya limbah dan sampah di sungai tersebut termasuk sampah-sampah plastik. Laut pun menjadi tempat pembuangan sampah plastik. Binatang yang hidup di laut seperti ikan paus dan kura-kura ditemukan mati dan dalam perutnya ditemukan sampah plastik.

Sampah plastik adalah sampah yang sangat sulit terurai oleh tanah. Memerlukan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk bisa terurai. Selama ini solusi mengatasi sampah plastik disamping dengan mendaur ulangnya memanfaatkannya menjadi barang kerajinan, pot bunga, dan sebagainya, tetapi jumlah sampah plastik yang semakin sulit dikendalikan membuat banyak pihak khawatir terhadap dampak yang ditimbulkannya, mulai dari dampak kesehatan, dampak ekologi, hingga dampak lingkungan.

Jelang perayaan Iduladha Gubernur DKI Anies Baswedan mengimbau agar masyarakat tidak mengemas daging kurban menggunakan kantong keresek, tetapi menggunakan besek (wadah yang terbuat dari bambu). Selain besek, daging kurban juga dapat dikemas menggunakan daun jati atau daun pohon pisang. Langkah Anies tersebut diapresiasi dan diikuti oleh beberapa kepala daerah yang mengimbau masyarakat agar mengemas daging kurban menggunakan besek, daun jati, atau daun pohon pisang.

Penggunaan besek, daun jati, atau daun pohon pisang untuk mengemas daging kurban memiliki sejumlah manfaat. Antara lain; lebih menyehatkan, daging tidak terkontaminasi bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh, sampahnya lebih ramah lingkungan karena mudah terurai oleh tanah, dan bisa memberdayakan ekonomi masyarakat atau UMKM, karena perajin besek, penjual daun jati dan daun pisang pada  umumnya berasal dari masyarakat kecil atau para petani.

Saat pelaksanaan kurban, penggunaan kantong plastik pasti akan sangat masif. Kalau sampahnya dikumpulkan, beratnya bisa berton-ton. Oleh karena itu, penggunaan besek, daun jati, atau daun pohon pisang menjadi solusi yang cerdas dan solutif dalam mengurangi. Walau mungkin akan sedikit merepotkan dibanding dengan mengemas daging dengan kantong keresek, tetapi manfaat yang dirasakan akan lebih banyak. Selain itu, kemasan daging dengan mengunakan besek, daun jati, atau daun pohon pisang terasa nilai seni dan budayanya. Disitu ada nilai kearifan lokal. Di kalangan petani, besek bekas makanan selain untuk wadah menyimpan makanan atau barang, juga suka dimanfaatkan untuk tali atau pengikat benih padi atau benih tanaman lainnya.

Dalam konteks literasi, kampanye penggunaan besek, daun jati, atau daun pohon pisang untuk mengemas daging kurban adalah wujud nyata ecoliteracy atau literasi ekologis karena bersumber dari alam atau bahan alami yang bebas dari zat kimia, sehingga aman bagi tubuh manusia dan turut menciptakan lingkungan yang sehat, bersih, terbebas dari sampah plastik.

Pelaksanaan kurban saat Iduladha sekaligus mengampanyekan pengurangan kantong keresek merupakan momentum yang tepat untuk semakin mengokohkan pentingnya ecoliteracy dalam kehidupan masyarakat. Orang yang melek dan sadar terhadap pentingnya kesehatan dan kebersihan lingkungan tentunya akan berupaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. 

Sekolah dan kantor sudah ada yang mengurangi penggunaan botol atau air mineral sekali pakai, tetapi sudah menggunakan tumbler atau botol air yang bisa diisi ulang sehingga bisa digunakan berkali-kali. Begitupun toko dan minimarket sudah ada yang tidak lagi menyediakan kantong keresek atau kalau pun disediakan tetapi wajib dibeli oleh konsumen.

Bumi sudah semakin terbebani dengan berbagai polusi, limbah, dan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Hakikat kurban adalah melepaskan segala ego pribadi demi kepentingan orang banyak dan lebih jauh lagi dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt untuk berbuat baik kepada orang lain. Oleh karena itu, penggunaan besek, daun jati, dan daun pohon pisang untuk mengemas daging kurban disamping wujud nyata upaya penyelamatan bumi juga wujud nyata melaksanakan ajaran Islam. Wallaahu a'lam.

Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline