Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Pentingnya Literasi Baca-Tulis Abad ke-21

Diperbarui: 20 Maret 2019   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat ini pemerintah khususnya Kemendikbud tengah menumbuhkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai riset yanyang menunjukkan bahwa tingkat literasi di kalangan masyarakat khususnya pelajar masih rendah. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar.

Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti. PISA menyebutkan, tak ada satu siswa pun di Indonesia yang meraih nilai literasi ditingkat kelima, hanya 0,4 persen siswa yang memiliki kemampuan literasi tingkat empat. Selebihnya di bawah tingkat tiga, bahkan di bawah tingkat satu.

Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.

Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014. Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. (Media Indonesia, 30/08/2016).

Gerakan literasi merupakan salah satu bentuk penumbuhan budi pekerti atau pendidikan karakter. Hal yang menjadi dasarnya adalah Permendibud nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Bentuk gerakan literasi di sekolah antara lain; pembiasaan membaca buku nonteks 15 menit sebelum pembelajaran, membuat pojok baca, membuat pohon literasi, majalah dinding (mading), laporan bacaan buku, dan sebagainya.

Ada 6 (enam) jenis literasi dasar, yaitu; (1) literasi baca-tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi finansial, (4) literasi sains, (5) literasi sains dan kewarganegaraan, (6) literasi teknologi informasi, dan komunikasi. Kalau keenam literasi literasi ini mau dikerucutkan lagi, maka literasi baca-tulis menjadi literasi yang paling utama.  Literasi baca-tulis pada pendidikan dasar, khususnya pada jenjang SD harus diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa di lembaga formal. Literasi merupakan pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III) diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) yang notabene merupakan literasi yang paling mendasar.

Literasi secara sederhana diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa "Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya."

Kemudian pasal 1 ayat (4) Undang-undang nomor 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan menyatakan bahwa: "Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya."

Walau pengertian literasi sudah berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan hal yang paling mendasar dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan memilah informasi tentunya dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca hanya dilakukan jika ada bacaan yang notabenekarya para penulis.

Kecakapan Abad ke-21

Digulirkannya kurikulum 2013 diharapkan dapat memberikan kecakapan abad ke-21 kepada peserta didik. Hal ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad ke-21 mencerminkan 4 (empat) hal. Pertama, kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill).Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline