Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Ratapan Guru Honorer di Tengah Banjir Bonus Atlet Asian Games

Diperbarui: 5 September 2018   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Guru honorer sama sekali tidak iri terhadap para atlet Asian Games peraih medali yang mendapat bonus yang sangat banyak dari pemerintah, karena sangat wajar sebuah prestasi mendapatkan apresiasi. Bahkan sebagai sesama bangsa Indonesia, guru honorer pun ikut larut dengan euphoria Asian Games dan bangga dengan prestasi para atlet yang mengharumkan nama bangsa dan negara. Guru honorer hanya merasa iri terhadap perlakuan negara terhadap nasib mereka yang masih dipandang sebelah mata."

Di tengah hingar bingar dan kebahagiaan para atlet Asian Games peraih medali yang mendapatkan bonus milyaran bahkan ada yang diangkat menjadi CPNS, guru honorer menjerit walau tak sampai berurai air mata. 

Mereka merasa negara di satu sisi sangat memanjakan para atlet yang berprestasi, tetapi kurang memperhatikan nasib guru honorer yang sudah bertahun-tahun memperjuangkan nasibnya.

Dalam hati mereka yang bergejolak, mungkin mereka bertanya, apakah dedikasi mereka masih dinilai kurang selama belasan tahun mengajar siswa, bahkan diantara muridnya tersebut ada yang menjadi atlet peraih medali Asian Games? 

Apakan label pahlawan tanpa tanda jasa harus terus mereka sandang? Apakah sebenarnya hakikat mengharumkan nama bangsa itu? Apakah harus secara konkrit memberikan medali seperti para atlet? Atau mendidik peserta didik yang akan menjadi penerus bangsa dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab?

Banyak guru-guru honorer, khususnya di sekolah-sekolah negeri yang nasibnya tidak jelas. Peran mereka diperlukan, tapi negara kurang memperhatikan mereka. Jangankan diangkat menjadi CPNS atau ikut sertifikasi, untuk memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) saja belum bisa, karena terkendala oleh belum memiliki SK pengangkatan tenaga honorer dari Bupati atau Walikota padahal mereka sangat berharap memiliki SK tersebut sebagai syarat mendapatkan NUPTK.

Pertanyaannya adalah mengapa Bupati/Walikota tidak kunjung menerbitkan SK bagi guru honorer di sekolah negeri? Apakah mereka takut para guru honorer tersebut meminta tunjangan atau diangkat menjadi CPNS? Atau masalah kewenangan saja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah?

Menurut saya, kalau Bupati/Walikota memiliki kepedulian dan keberpihakan terhadap guru-guru honorer, kalau memang belum bisa mengangkat mereka menjadi PNS daerah, kalau belum mampu memberikan tunjangan yang layak sesuai dengan pengabdian mereka, mengapa tidak menerbitkan SK sebagai guru honorer? 

Kalau misalnya takut SK itu menjadi boomerang, pada SK tersebut bisa ditambah ketentuan bahwa guru honorer tidak akan otomatis diangkat menjadi PNS atau tidak dapat menuntut diangkat menjadi PNS, atau ketentuan guru honorer menjadi PNS diatur melalui ketentuan lain yang berlaku, guru honorer medapatkan honorer sesuai dari anggaran sekolah sesuai dengan aturan penggunaan dana BOS, dan sebagainya.

Dengan memiliki SK guru honorer dari Bupati/Walikota, guru-guru honorer itu akan merasa senang, keberadaan mereka merasa diakui oleh negara. Di kampung-kampung bahkan di kota-kota banyak sekolah negeri, utamanya SD yang sangat mengandalkan guru honorer. 

Satu sekolah PNS-nya cuma satu, yaitu kepala sekolah. walau honornya sangat kecil, tetapi mereka tetap mengabdi dengan tetap berharap suatu saat ada perhatian dari pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline