Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Nasihat Terbaik Itu Bernama Kematian

Diperbarui: 17 Juni 2018   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

NASIHAT TERBAIK ITU BERNAMA KEMATIAN

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan)

Sabtu, 16 Juni 2018, hari kedua idulfitri, masih dalam suasana hari kebahagiaan menyambut kemenangan. Acara silaturahim pun masih berlangsung. Saya sendiri rencananya mau silaturahim kepada beberapa orang teman yang sudah lama tidak bertemu. Tetapi niat tersebut diurungkan, karena sekitar pukul sembilan pagi saya ditelepon oleh adik saya yang menyampaikan kabar duka bahwa salah seorang tetangga di kampung halaman meninggal beberapa saat yang lalu.

Rencana silaturahim saya batalkan karena bertakziyah lebih penting. Silaturahim bisa dilakukan kapan pun, sedangkan takziyah harus saat itu juga. Sesampainya di rumah duka, saya disambut oleh keluarganya yang sedang berduka. Setelah bertanya tentang perihal kematiannya, lalu saya pun mengambil majmu syarif yang tergeletak dekat jenazah almarhum, lalu berdoa dan membaca surat yasin.

Pada saya sampai di rumah duka, jenazah sudah terbungkus kain kafan, dan keranda jenazah sudah disiapkan di luar rumah. Setelah saya selesai membaca doa, keranda jenazah pun dibawa masuk untuk membawa jenazah ke masjid. Sesampainya di masjid, keranda jenazah pun di letakkan di bagian depan. Sehubungan saat itu waktu duhur, maka para pengantar jenazah dan jamaah lainnya melaksanakan salat duhur berjamaah sebelum melaksanakan salat jenazah. Saya kebetulan didaulat menjadi imam.

Setelah selesai salat duhur berjamaah, dilanjutkan dengan salat jenazah. Sebelumnya ada perwakilan keluarga yang menyampaikan istibra, yaitu semacam pidato permohonan maaf atas dosa-dosa almarhum, minta dibebaskan dari segala kesalahan, dan jika ada urusan utang piutang, bisa diselesaikan melalui ahli waris.

Setelah istabra, dilanjutkan salat jenazah. Saya pun didaulat mengimami salat jenazah. Perkiraan saya yang menyolati lebih dari 40 orang, karena  jumlah jamaah cukup banyak, baik jamaah laki-laki maupun jamaah perempuan, karena dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, dan dishalatkan oleh lebih dari empat puluh orang, yang mana mereka tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do'a mereka untuknya." (HR Shahih Muslim : 948).

Setelah setelah salat jenazah, saya pun maju sedikit ke dekat keranda jenazah dan meminta kesaksian dari jamaah bahwa almarhum adalah orang Islam, beriman, suka melakukan amal kebaikan, setidaknya dalam pandangan jamaah. Hal ini bertujuan supaya kesaksian tersebut bertujuan untuk membesarkan hati keluarga almarhum yang sedang berduka dan sebagai bentuk salam pelepasan kepada jenazah

Setelah selesai salat jenazah, keranda berisi jenazah almarhum pun dibawa keluar masjid menuju ke liang lahat yang telah disiapkan. Jarak dari masjid ke lokasi sekitar 250 meter. Saya pun ikut mengantar jenazah. Posisi saya berada di belakang orang-orang yang membawa keranda jenazah. Sambil berjalan saya merenung, walau orang punya beberapa mobil bagus, kendaraan terakhirnya adalah keranda jenazah. Mobil-mobilnya tidak ikut mengantar, hanya amal baik atau sedekah yang nantinya menemaninya di alam kubur

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline