Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Dua Kemunduran Pilgub Jabar

Diperbarui: 9 Januari 2018   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilgub Jabar dipastikan diikuti empat pasang calon, yaitu pasangan Sudrajat yang berpasangan dengan Ahmad Syaikhu yang dicalonkan oleh Partai Gerindra, PKS, dan PAN. Pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi yang dicalonkan oleh partai Demokrat dan partai Golkar. Pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum yang dicalonkan oleh Partai Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura. Dan terakhir pasangan Tb. Hasanuddin dan Anton Charliyan yang dicalonkan oleh PDI Perjuangan.

Jika merujuk kepada pilgub Jabar tahun 2013, menurut saya telah terjadi kemunduran. Mengapa demikian? Karena pilgub kali ini tidak diikuti oleh pasangan dari jalur independen dan calon dari kalangan perempuan. Pada pilgub Jabar 2013, dari lima pasangan yang bersaing, salah satunya adalah pasangan independen, yaitu pasangan Dikdik Mulyana Arief Mansyur dan Cecep Nana Suryana Toyib. Pada hasil pemungutan suara, pasangan tersebut memang berada pada urutan terakhir hanya memperoleh suara 359.233 atau hanya 1,79% dari total suara yang sah. Sedangkan kontestan perempuan diwakili oleh Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki yang dicalonkan PDI Perjuangan yang berada pada urutan kedua dengan memperoleh sebanyak 5.714.997 suara atau 28,41%.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat membuka pendaftaran calon independen pada tanggal 22 s.d. 26 November 2017, tetapi tidak ada mendaftar. Walau sebelumnya sudah ada beberapa pasangan yang berminat maju secara independen, tetapi mereka gagal memenuhi persyaratan yang memang berat, yaitu memenuhi syarat dukungan 6,5 persen dari Data Pemilih Tetap (DPT) sekitar 2,2 juta dukungan. Sedangkan  di Pilgub provinsi lain, seperti di Sulawesi Selatan, ada pasangan calon yang maju dari jalur independen.

Walau pun misalnya ada pasangan calon independen yang memenuhi syarat, perjuangan mereka akan sangat berat, karena tidak memiliki mesin politik. Mereka harus membangun mesin politik sendiri dalam bentuk relawan-relawan di 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Belum lagi membuat alat-alat peraga untuk sosialisasi dan kampanye. Tentunya membutuhkan biaya yang sangat mahal. Bisa mencapai puluhan milyar. Konsekuensi pilkada langsung memang memerlukan biaya yang sangat mahal, baik maju melalui partai politik maupun melalui jalur independen.

Walaupun sejumlah partai mengatakan bahwa partainya bebas "mahar" dan tanpa syarat, tetapi pada kenyataannya, tetap saja ada sejumlah biaya yang dikeluarkan jika mencalonkan diri melalui parpol. Seorang analis politik mengatakan, pada pilkada di sebuah daerah, harga yang dibayar oleh seorang calon untuk mendapatkan dukungan partai tertentu berkisar antara 250 juta sampai dengan satu milyar rupiah untuk satu kursi di DPRD.

Berkaitan dengan keterlibatan calon perempuan, memang belum ada sosok perempuan yang memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Hasil-hasil survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei hampir tidak memunculkan kandidat dari perempuan. Tiga besar hasil survei selalu didominasi Ridwan Kamil, Deddy Mizwar, dan Dedi Mulyadi. Sosok Puti Guntur Soekarnoputeri, salah seorang kader PDIP coba untuk ditawarkan, tapi popularitas dan elektabilitasnya masih rendah. Oleh karena itu, PDIP tentunya memperhitungkan rendahnya peluang kemenangan di Pilgub Jabar jika tetap memajukan sosok tersebut. Dan ternyata di detik-detik akhir mencalonkan Tb. Hasanuddin dan Anton Charliyan. Sedangkan di provinsi lain, misalnya di Jawa Timur, sosok Khofifah Indar Parawansa menjadi penantang serius bagi Saifullah Yusuf.

Tidak ikutnya calon perempuannya calon perempuan pada Pilgub Jabar memang cukup disayangkan, karena kalau di tingkat kabupaten dan kota ada yang dipimpin oleh perempuan seperti Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Indramayu.

Walau tanpa diikuti oleh pasangan independen dan calon dari kalangan perempuan, Pilgub Jabar tetap akan sangat menarik untuk dicermati, karena Jabar merupakan salah satu provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak. KPU Jabar telah menetapkan sebanyak 32.809.057 pemilih. Selain itu, Jabar merupakan salah satu barometer politik nasional.

Hasil pilkada 2018 akan menjadi acuan untuk pemilu 2019. Oleh karena itu, persaingan di Pilgub Jabar berjalan ketat dan panas. Walau demikian, semoga berbagai kekhawatiran yang muncul seperti yang konflik bernuansa SARA yang pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak terjadi di Jabar. Oleh karena itu, para calon pemilih di Jabar harus tetap cermat dan kritis dalam mengikuti dinamika yang diperkirakan akan menjadi salah satu pilgub yang paling ketat persaingannya di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline