Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

"Sekmod Under Cover", Memotret Kiprah Operator Sekolah

Diperbarui: 19 November 2017   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelaksanaan program sekolah model tidak lepas dari peran para operator sekolah. Setiap tahapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) tidak lepas dari peran mereka. Operator Sekolah adalah ujung tombak pengelolaan data mulai dari memasukkan data instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP) yang jumlah pertanyaannya mencapai ratusan, menyusun peta mutu, penyusunan rekomendasi pemenuhan mutu, mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan pemenuhan mutu, memasukkan / mengolah data hasil audit/ monev pelaksanaan pemenuhan mutu, sampai kepada menyusun strategi pemenuhan indikator mutu yang baru.

Sungguh luar biasa perjuangan dan kiprah para operator sekolah. Sebelum sekolah tempatnya bertugas menjadi sasaran sekmod, mereka sudah dihadapkan pada berbagai pekerjaan yang menyita waktu dan tenaga, seperti data sertifikasi, menyusun laporan BOS, DAPODIK, pengelolaan aset sekolah, dan sebagainya. Dan setelah ada sekmod, pekerjaan mereka pun menjadi bertambah. Tapi memang mereka adalah pejuang tangguh dan dapat diandalkan.

Salah satu contoh kegiatan pendampingan SPMI di provinsi Jawa Barat. Pada saat kegiatan pendampingan, mereka menginput berbagai administrasi ke dalam aplikasi yang telah disiapkan, menyusun serta mendokumentasikan berbagai administrasi dan pelaporan.

Para operator disamping ada berstatus PNS, banyak yang berstatus tenaga honorer, dan rata-rata usianya masih muda dengan semangat kerja yang masih tinggi. Sepanjang pengamatan saya selama menjadi pemateri pada saat Bimtek SPMI atau petugas monev pendampingan SPMI, walau mereka sibuk, mereka tampak menikmati pekerjaannya, dan justru merasa bangga, karena mereka telah menjadi "orang penting", orang-orang yang selalu dicari-cari karena dibutuhkan tenaganya, walau secara penghasilan, mereka mendapatkan kompensasi yang minimalis, karena sekolah utamanya di SD dan SMP hanya mengandalkan dana BOS.

Mereka mendapatkan "bonus" kalau dilibatkan dalam kegiatan kedinasan, dibawa-bawa oleh Kepala Sekolah kalau ada kegiatan. Ya minimal bisa merasakan tugas ke luar daerah, tidur di hotel berbintang, dan punya pengalaman. Mahir IT menjadi syarat utama seorang operator sekolah, karena kegiatan mereka tidak lepas dari laptop dan data-data yang wajib diisi secara online.

Menjelang ekspose sekmod, para operator pun sibuk menyusun berbagai dokumen tahapan-tahapan SPMI. Hard copy-nya dimasukkan ke dalam beberapa ordner. Mereka membantu menulis potret mutu sekolah dan praktik terbaik (best practice) yang akan dipresentasikan pada saat ekspose. Tidak ketinggalan, mereka pun membuat bahan tayang power point, video dokumenter, news letter,banner, dan bahan-bahan untuk display pada stand pameran.

Demi persiapan ekspose sekmod, mereka bekerja lembur secara marathon selama berhari-hari. H-1 kegiatan ekspose menjadi puncak kesibukan persiapan mereka. Bahkan ada yang bekerja sampai dini hari mendekorasi dan menata isi stand pameran. Saat hari H, mereka harus stand bymenjaga stand sampai ekspose selesai dilaksanakan. Lalu mereka disibukkan dengan membereskan stand bekas pameran. Cukup banyak mengaku lelah dengan pekerjaan tersebut, tetapi merasa senang kalau acara berjalan sukses.

Itulah sekelumit kiprah operator sekolah sebagai bagian dari Tim Penjaminan Mutu Sekolah (TPMS). Kalau kata orang Sunda mahpak-pik-pek mengerjaan pekerjaan yang kadang dikejar deadline. Tapi sayangnya, kadang perjuangan mereka kurang mendapatkan perhatian. Yang mendapatkan apresiasi kadang hanya yang muncul di permukaan seperti ketua panitia, kepala sekolah, ketua TPMPS, atau pejabat yang menyampaikan sambutan dan membuka acara, padahal merekalah aktor-aktor dibalik kesuksesan acara tersebut.

Tren lahirnya operator sekolah yang akrab disebut OPS muncul setelah sekolah-sekolah harus mengisi berbagai data secara online.Apalagi di SD tidak ada staf Tata Usaha, maka ditunjuklah guru sebagai operator atau merekrut tenaga honorer sebagai OPS. Bahkan di beberapa daerah muncul semacam komunitas, kelompok, atau paguyuban OPS. Mereka membentuk grup baik di FB maupun di WA untuk berdiskusi atau berbagi informasi seputar pengisian data-data sekolah.

Walau mereka tidak menuntut apresiasi, tetapi semua pihak yang terkait dengan sekmod alangkah wajarnya memberikan apresiasi dan empati atas kiprah, dedikasi, dan perjuangan mereka dalam menyukseskan kegiatan sekmod dari tahap awal sampai dengan pelaksanaan ekspose. Ketika honor mereka masih dibawah UMR, minimal ucapan terima kasih kita ucapkan kepada mereka. Hidup para OPS...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline