Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

MOPDB dan Penguatan Pendidikan Karakter

Diperbarui: 16 Juli 2017   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senin, 17 Juli 2017 adalah hari pertama sekolah pada tahun pelajaran 2017/2018. Pagi-pagi orang tua siswa biasanya sibuk mengantarkan anaknya ke sekolah. Apalagi saat Anies Baswedan menjabat Mendikbud, ada gerakan mengantar anak ke sekolah karena hal tersebut sebagai bentuk tangung jawab dan perhatian orang tua terhadap anak yang tidak akan dapat terulang lagi seumur hidup, sedangkan guru-guru sibuk menyambut siswa baru di sekolah.

Wajah penuh semangat biasanya akan menghiasi siswa-siswa baru. Mereka begitu antusias masuk ke sekolah baru dan menggunakan seragam baru. Pada awal tahun pelajaran, seperti biasanya, dilaksanakan Masa Orientasi Peserta  Didik Baru (MOPDB). Tujuannya untuk memperkenalkan sekolah ke siswa baru, seperti profil sekolah, lingkungan sekolah, guru, dan tenaga kependidikan.

Kemdikbud menekankan bahwa pada saat MOPDB jangan sampai menjadi ajang perpeloncoan senior kepada junior, tetapi harus menjadi sarana informasi, sosialisasi, komunikasi, dan adaptasi bagi siswa baru. Namun demikian, ada saja kasus kekerasan dan perpeloncoan yang dilakukan oleh senior kepada junior. Hal ini dapat disebabkan sebagai ajang "balas dendam" karena senior pun pernah mendapatkan perlakuan yang sama pada saat masuk sekolah, atau hanya sekedar iseng atau mengerjai saja.

Para siswa baru diminta untuk menggunakan aribut yang aneh-aneh, mamantes manh kalau orang sunda bilang. Terus diberi tugas membawa makanan atau minuman dengan nama-nama yang aneh-aneh, sehingga para siswa baru tersebut bingung, dan kalau salah dijatuhi sanksi, dan melakukan aktivitas fisik yang menguras stamina.

Beberapa tahun lalu, ada siswa baru yang meninggal akibat tindakan kekerasan senior dan kelelahan melakukan berbagai aktivitas pada saat MOPDB. Hal tersebut tentunya tidak diharapkan terjadi lagi. MOPDB yang seharusnya bertujuan baik, berubah menjadi horor dan kesedihan bagi keluarga siswa yang menjadi korban. Oleh karena itu, Kemdikbud menekankan jangan ada perpeloncoan dan kekerasan pada saat MOPDB, dan akan menjatuhkan sanksi jika masih ada perpeloncoan atau kekerasan sekolah.

Sejalan dengan kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah, maka MOPDB diharapkan menjadi sarana untuk mendukung PPK. Sebagaimana diketahui bahwa ada 5 (lima) nilai yang ditanamkan pada program PPK, yaitu (1) Religius, (2) nasionalisme, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) gotong royong.

Kelima hal tersebut dapat dijalankan pada saat MOPDB. Nilai religius dapat dijalankan misalnya pada saat para siswa baru memulai dan mengakhiri aktivitas. Mereka dipersilakan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dan saling menghormati sesama pemeluk agama. Dalam diskusi di kelas, mereka diajak berdiskusi tentang hakikat toleransi dan bagaimana menjadikan toleransi sebagai modal untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Nasionalisme ditanamkan melalui menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, lagu-lagu daerah, menggunakan pakaian adat, menceritakan tentang budaya masing-masing daerah, pentas seni dan budaya daerah, diskusi kebangsaan untuk meningkatkan rasa cinta tanah air. Apalagi saat ini Indonesia sedang dalam bahaya masuknya radikalisme yang disebarkan oleh ISIS.

Integritas dapat ditanamkan melalui kebiasaan jujur, disiplin, dan tanggung jawab. Misalnya pada saat siswa baru tidak mengerjakan sebuah tugas, harus jujur mengakuinya. Terus disiplin dicerminkan dengan hadir tepat waktu, taat pada tata tertib MOPDB, dan tangung jawab dicerminkan dengan mengerjakan berbagai tugas yang diberikan secara tepat waktu.

Ketika ada siswa baru yang berbuat salah dan secara jujur mengakuinya, menurut saya tidak perlu diberikan hukuman, tetapi diberikan penghargaan. Mengapa selama ini banyak yang berbuat salah tidak jujur mengakuinya? Karena kalau jujur pasti akan dihukum. Dalam konteks pendidikan, melatih kejujuran bukan dengan ancaman hukuman, tetapi dengan pendekatan persuasif sehingga menjadi kebiasaan dan budaya.

Mandiri ditanamkan dengan mengerjakan menyiapkan perlengkapan sekolah oleh sendiri, tidak mengandalkan orang tua, dan mengerjakan tugas (kalau ada) secara mandiri walau hasilnya misalnya kurang memuaskan. Hal yang ditekankan bukan produk semata, tetapi proses.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline