Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Emas Itu Bernama Buku

Diperbarui: 24 April 2017   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sehari yang lalu, Saya mendapatkan pesan via WA dari seseorang yang telah membaca salah satu buku Saya yang berjudul GURU KALBU. Seorang pria yang bernama Nassar dan berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut menyampaikan apresiasinya terhadap buku tersebut. Baginya, buku tersebut inspiratif dan menambah sumber bacaan baginya dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang dosen.

Saya sebagai penulis buku tersebut tentunya merasa tersanjung dengan apresiasi yang disampaikannya. Hal ini menjadi motivasi bagi Saya untuk terus berkarya disertai semangat untuk meningkatkan kualitas. Bagi Saya, menulis itu pada hakikatnya adalah menjadi pelayanan ilmu pengetahuan bagi yang membutuhkan. Menulis menjadi salah satu jalan memberikan manfaat bagi orang lain.

Nassar mengatakan bahwa di daerahnya buku ibarat emas, barang yang sangat berharga dan sulit dicari. Dia mendapatkan buku itu pun juga melalui pesanan dari sebuah situs jual buku online. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mendapatkan ilmu. Disinilah letak kesenjangan antara pulau jawa dan luar jawa. Di wilayah pulau Jawa apalagi di kota-kota tidak terlalu susah mencari buku. Toko tersebar hampir di setiap pelosok, sedangkan di luar pulau Jawa, sulit mencari buku yang dibutuhkan.

Penerbit sekarang banyak yang melayani jasa cetak buku. Akses terhadap perpustakaan pun sudah cukup baik. Tinggal semangat dan komitmen dari para siswa  dan mahasiswa untuk mau belajar. Di daerah terpencil boro-boro menikmati askes yang mudah terhadap buku dan perpustakaan, untuk menuju sekolah saja perlu perjuangan yang berat. Mereka menempuh jarak kiloan meter dengan berjalan kaki melewati hutan, merelakan badan basah karena melewati sungai, atau bergelantungan pada seutas tali atau jembatan yang sudah rusak. Belum ada daerah yang belum menikmati listrik atau pasokan listriknya terbatas, sehingga mereka menggunakan lampu teplok untuk belajar atau membaca buku.

Di daerah yang akses terhadap buku relatif mudah, justru kadang buku seperti kurang berharga. Buku-buku bertumpuk begitu saja, tidak beraturan, penuh debu, atau lembab karena ruangannya kurang tersinari matahari. Ada pula buku yang masih terbungkus rapi pada kardusnya. Belum diolah atau didata oleh petugas perpustakaan disaat sekolah lain kekurangan buku.

Bagi pecintanya, buku ibarat emas bahkan permata. Baginya, buku adalah harta yang sangat berharga. Dibaca, disimpan, dan dijaga-jaga baik-baik jangan sampai hilang atau rusak. Bagi pecinta buku, hal yang berat baginya adalah ketika harus meminjamkan buku. Bukan berarti dia pelit, tetapi dia khawatir bukunya akan lama dikembalikan atau bahkan tidak kembali sama sekali. Tahu-tahu buku tersebut hilang. Kalau uang hilang masih bisa dicari, tapi kalau sebuah buku hilang, sulit untuk mencarinya kembali, apalagi kalaub buku tersebut sudah dicetak lagi.

Dalam sebuah kegiatan pelatihan, Saya mendapatkan informasi dari pengurus Gerakan Literasi dai sebuah sekolah bahwa koleksi buku di sudut baca sekolah semakin menurun banyak siswa yang meminjam, tapi belum mengembalikan, walau kadang buku tersebut sudah selesai dibaca oleh sang peminjam. Dan parahnya lagi, tidak ada rasa bersalah, menyesal, meminta maaf ketika terlembat mengembalikan buku.

Hal ini sebagai gambaran manusia belum bisa menghargai dan memuliakan buku. Kadang juga tidak peduli ketika ada buku yang tergeletak begitu saja, bahkan ada yang terinjak dan kotor. Coba kalau yang dilihatnya uang, emas, atau barang berharga lainnya  tentunya dia akan cepat mengambilnya.

Hampir semua pihak sadar tentang pentingnya buku dalam menambah ilmu,  tetapi belum tentu mau untuk membacanya. Saat ini gadgetmenjadi tantangan tersendiri. Disamping dampak positif, juga ada dapak negatifnya. Gadget sudah menguasai kehidupan manusia. Bahkan Bill Gates, pendiri Micosoft, salah satu orang paling kaya du dunia melarang anaknya yang memiliki gadgetsebelum berusia 14 tahun, dan membatasinya penggunaan gadget bagi anaknya yang telah diperbolehkan menggunakan gadget.Mengapa Bill Gates memberlakuka aturan ketat bagi anak-anaknya dalam menggunakan gadget,karena sadar betul terhadap dampak buruknya, tentunya dapat berpengaruh terhadap minat membaca buku.

Mari perlakukan buku ibarat emas, sumber ilmu, harta yang sangat berharga bagi kita. Cintai, baca, jaga, dan rawat sebagai barang yang akan diwariskan kepada anak cucu. Jangan sepelekan dan jangan sia-siakan buku, karena akan terasa ketika kita membutuhkannya, ketika buku tersebut tidak ada atau hilang. Mari jadikan buku sebagai teman ketika santai, bekerja, atau bepergian ke manapun. Seseorang bangga terhadap emas yang dimilikinya. Apakah bangga juga ketika memiliki buku pavoritnya?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline