Tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi penulis adalah anugerah yang patut disyukuri, karena tidak setiap orang mampu melakukannya. Merangkai huruf menjadi kata, merangkai kata menjadi kalimat, merangkai kalimat menjadi paragraf, lalu menghubungkan antarparagraf menjadi tulisan yang apik dan enak untuk dibaca bukan hal yang mudah. Itu semua memerlukan keluasan dan kedalaman wawasan, kemampuan memilik kata-kata yang cocok dan mampu menggugah pembaca.
Pembentukan kemampuan menulis bukan hanya soal sekian banyak pendidikan dan pelatihan menulis yang telah diikuti dan berapa sertifikat yang terkumpul, tetapi memang perlu diawali dengan minat yang kuat untuk melakukannya, latihan yang terus menerus, hingga menemukan karakternya sendiri dalam menulis, sehingga dia menjadi jatuh cinta kepada aktivitas menulis.
Ada yang menulis untuk kegiatan profesional atau sebagai sumber penghasilan seperti wartawan dan penulis buku, tetapi juga yang menjadikannya sebagai aktivitas sampingan atau hanya sekedar hobi. Penulis ada yang tergabung dalam satu organisasi atau komunitas, tetapi ada pula yang tidak bergabung atau kurang peduli dengan ada tidaknya organisasi penulis. Baginya, yang penting berkarya.
Seorang penulis tentunya bangga dengan hasil karya yang telah dihasilkannya, apapun kondisinya, karena karya tersebut dihasilkannya dengan susah payah. Banyak mengorbankan waktu, tenaga, bahkan biaya. Apresiasi yang diberikan oleh pembaca atau rekan sejawat menjadi motivasi yang sangat luar untuk semakin meningkatkan produktivitas dan kualitasnya dalam menulis. Walau demikian, kritikan walau mungkin akan “memanaskan” telinga, perlu disikapi dengan bijak, karena pada dasarnya sebuah karya tidak ada yang sempurna, disamping memiliki keunggulan, juga memiliki kekurangan.
Hal yang sangat membanggakan apabila karya seorang penulis mendapatkan apresiasi dan umpan balik dari penulis yang lain. Salah satu bentuk apresiasinya adalah tradisi saling beli atau tukar karya, apalagi kalau saling mempromosikan karya-karyanya. Menurut Saya, tradisi ini sangat baik. Di satu sisi bisa saling melengkapi atau saling berbagi ilmu pengetahuan antarpenulis.
Ketika seorang penulis membeli karya penulis yang lainnya, hal tersebut sebagai simbol atau kampanye kepada publik untuk mau membeli karya penulis tersebut. Hindari mental gratisan, kecuali sang penulisnya berinisiatif memberikanya secara gratis, karena menerbitkan buku secara self publishing menggunakan biaya yang tidak sedikit. Dan enaknya, sesama penulis sudah saling memahaminya. Justru yang kurang memahaminya adalah orang yang tidak berkecimpung di dunia menulis. Tahunya ujug-ujugsebuah buku jadi, padahal proses berat dan melelahkan. Makanya senangnya meminta gratisan dengan berbagai alasan, membeli tapi dengan minta diskon yang tinggi, minta beli satu gratis satu, dan sebagainya.
Selain membeli, tradisi yang dilakukan adalah saling bertukar karya. Pesan yang mau disampaikan selain untuk saling melengkapi pustaka, juga untuk saling membaca karya masing-masing. Dan lebih luas mengajak kepada masyarakat untuk membaca karya sang penulis.
Ketika sesama penulis saling bertemu, maka topik yang paling hangat diperpincangkan adalah sudah berapa banyak hasil karya yang telah ditulis atau diterbitkan? Apa judul terbaru? Apa naskah buku yang sedang digarap? Bagaimana perkembangan dunia menulis? berbagi pengalaman, berbagi cerita suka dan duka dalam menggeluti dunia menulis, dan sebagainya.
Ketika sesama penulis bertemu, ibarat gula ketemu dengan kopi, diseduh air panas, dan diminum saat dingin. Sungguh sangat nikmat situasinya. Bisa saling menguatkan saling memotivasi untuk saling berkarya, menyusun rencana menulis buku bersama, menyusun rencana pelatihan menulis, bahkan saling berbagi proyek menulis.
Tradisi saling beli dan saling tukar karya merupakan tradisi yang baik perlu dilestarikan sebagai bentuk apresiasi, berkomunikasi, silaturahim, dan saling berpromosi antar penulis. Oleh karena itu, para penulis perlu membentuk komunitas. Komunitas tersebut dapat menjadi “pasar” bagi para penulis, utamanya para penulis pemula atau penulis yang memilih menerbitkan buku secara indie.
Kadang seorang penulis indie ketika telah selesai menulis buku suka bingung kemana harus menjualnya karena dia tidak mempelajari pasar atau menentukan segmen pembacanya. Akibatnya buku bertumpuk tidak terjual. Dengan adanya komunitas, maka setidaknya ada pihak yang berkenan untuk membelinya dengan alasan karena memang butuh atau menghargai kerja kerasnya sehingga sang penulis termotivasi untuk terus berkarya.