Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Memaknai Pelayanan Prima di Lingkungan Birokrasi

Diperbarui: 21 Maret 2017   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelayanan prima adalah bersumber dari profesionalisme, keikhkasan dedikasi terhadap pekerjaan. (Foto : http://photos.demandstudios.com)

MEMAKNAI PELAYANAN PRIMA DI LINGKUNGAN BIROKRASI

Oleh:

IDRIS APANDI

Arus reformasi tahun 1998  berimbas kepada cita-cita reformasi pada berbagai bidang termasuk pelayanan di lingkungan jajaran birokrasi dimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai ujung tombaknya. Untuk mewujudkan hal tersebut, dijajaran pemerintahan pun dibentuk Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) yang menjadi leading sectorpembinaan dan peningkatan kinerja dan profesionalisme ASN.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja, pelayanan, dan kesejahteraan ASN adalah dengan memberikan Remunerasi. Remunerasi adalah total kompensasi yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya. Biasanya bentuk remunerasi diasosiasikan dengan penghargaan dalam bentuk uang (monetary rewards), atau dapat diartikan juga sebagai upah atau gaji.

Dengan adanya remunerasi, diharapkan tidak ada lagi keluhan rendahnya penghasilan ASN yang berimbas terhadap rendahnya pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain, sudah tidak dapat ditolelir lagi jika pelayanan yang rendah ketika remunerasi sudah diberikan kepada PNS.

Remunerasi juga bertujuan untuk menekan korupsi dan pungli dalam pelayanan publik, walau pada kenyataannya, korupsi dan pungli masih saja terjadi akibat keserakahan oknum aparat dan pejabat.  Tahun 2010 muncul kasus GT, seorang pegawai pajak yang terlibat pencucian uang, penggelapan pajak, dan korupsi. Dalam perkembangannya banyak oknum aparat dan pejabat yang juga tertangkap tangan menerima suap atau melakukan pungli.

Tahun 2014 presiden Joko Widodo meluncurkan konsep revolusi mental, dimana salah satu bagiannya adalah untuk merevolusi mental ASN sebagai pelayan masyarakat agar memberikan pelayanan yang optimal. Jangan ada lagi keluhan pelayanan lamban,  ada “main mata” dalam memberikan layanan, atau melayani secara diskriminatif karena ada “uang pelicin.”

Revolusi mental bukan hal yang mudah, karena menyangkut mental dan budaya kerja ASN yang sudah sekian lama terbentuk. Selain dipengaruhi faktor individu, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan reward and pusihment yang kurang berjalan dengan baik. Pengangkatan pemimpin tidak menggunakan merit system juga disinyalir menjadi penyebab rendahnya kualitas pelayan birokrasi dan lemahnya kepemimpinan dalam sebuah organisasi birokrasi.

Revolusi mental disamping dilakukan secara sistematik melalui pembentukan dan penegakkan peraturan perundang-undangan, juga melalui pembinaan kepada masing-masing aparat. Dua hal ini harus berjalan beriringan dan saling melengkapi. Dengan kata lain, sistemnya dibenahi, manusianya pun dibenahi.

Revolusi mental diharapkan bermuara pada peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat yang terefleksikan pada pelayanan prima kepada pelanggan. Pelayanan prima (service of excellent) adalah pelayanan sebaik-baiknya kepada pelanggan sehingga dapat menimbulkan rasa puas pada pelanggan. Pelayanan prima merupakan pelayanan yang berorientasi pada pemenuhan tuntutan pelanggan mengenai kualitas produk (barang atau jasa) sebaik-baiknya. (Sumber: top-studies.blogspot.com).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline