Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Memuliakan Alam, Petik Hikmah Banjir Bandang Garut

Diperbarui: 22 September 2016   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banjir Bandang. (Ilustrasi : http://cdn-2.tstatic.net/)

Selasa malam, 20 September 2016, banjir bandang menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut. Air sungai Cimanuk meluap dan masuk ke pemukiman warga menyebabkan jatuh banyak korban. Tercatat 20 orang meninggal, belasan orang hanyut dan jasadnya belum ditemukan, dan sekitar 1000 bangunan hancur dan terendam. Banyak warga yang kehilangan tempat tinggal mengungsi. Mereka saat ini menantikan uluran bantuan dari berbagai pihak.

Selain di Garut, tanah longsor pun terjadi di Sumedang. Bencana tersebut menewaskan tiga orang, menimbun beberapa rumah penduduk, dan memutuskan akses jalan Sumedang-Cirebon, tepatnya di daerah Cadas Pangeran. Curah hujan yang tinggi dan tanah yang labil ditengarai menjadi penyebab bencana tersebut.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut Dadi Djakaria menyatakan bahwa banjir bandang ini sebagai banjir terparah pasca bencana serupa tahun 2011 yang melanda Pameungpeuk yang menewaskan 11 orang. Dadi menilai penyebab banjir bandang kali ini kerusakan alam yang semakin parah di wilayah Garut selatan yang menjadi hulu sungai Cimanuk dan Cikamiri. (PR, 22/09/2016).

Penyebab lainnya adalah kegiatan penambangan dan pendirian bangunan di sepanjang bantaran sungai Cimanuk. Kerusakan alam menyebabkan daerah resapan air menjadi semakin berkurang. Curah hujan yang sangat tinggi, sedangkan daerah resapan air yang semakin berkurang menyebabkan sungai Cimanuk tidak dapat lagi menampung air yang sangat deras. Akibatnya, air pun merajajela masuk ke pemukiman.

Kita tentu sangat prihatin dengan bencana yang menjatuhkan banyak korban nyawa dan harta ini. Kita tentu mendo’akan semoga para korban diterima iman Islamnya, diampuni dosa-dosanya, dan para keluarga korban diberikan ketabahan dalam menerima musibah ini. Selain do’a, bantuan materil seperti tenda, pakaian, minum-minuman, dan obat-obatan juga diperlukan oleh para korban banjir.

Walau demikian, dibalik rasa duka dan simpati yang mendalam, kita pun harus menjadikan hal ini sebagai pelajaran. Ada hikmah dibalik musibah. Tuhan menciptakan alam untuk dijadikan tempat hidup dan dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.

Setiap manusia disamping perlu membangun dan membina hubungan yang baik dengan Tuhan dan dengan sesama manusia, juga perlu menjaga hubungannya dengan alam. Bentuknya adalah mengambil manfaat secara proporsional, menjaga dan melestarikannya, bukan mengeksploitasinya. Dengan kata lain, kita harus memuliakan alam.

Banyak firman Allah dalam Al-Quran yang mengingatkan setiap manusia untuk menjaga kelestarian alam. Tetapi manusia banyak yang seperti “buta” dan “tuli.” Mata hatinya tertutup oleh keserakahan. Hutan dibabat, dibakar, pohon-pohon ditebang tidak disertai dengan reboisasi, tanahnya terus dikeruk, dan kekayaan yang ada didalamnya ditambang secara menggila tanpa ada rasa tanggung jawab.

Allah SWT berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat)manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41). Selanjutnya Allah SWT berfirman “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy-Syuura:30). Kemudian pada ayat lainnya, Allah SWT berfirman “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-12). Beberapa ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia sebagai sumber utama kerusakan alam ini.

Akibatnya, alam pun “marah” dan memberikan “peringatan” dan “pelajaran” kepada manusia. Tetapi, ternyata bencana alam yang terjadi berkali-kali belum mampu menyadarkan manusia. Mereka terus dan terus mengeksploitasi alam atas nama kebutuhan dan kepentingan bisnis. Daerah hutan yang menjadi paku bumi dan resapan air, dirambah dan dijadikan daerah pertanian, bahkan dijadikan pemukiman dan vila-vila. Ada sebuah ungkapan di kalangan masyarakat Sunda “Leuweung diruksak, cai beak, manusa balangsak(hutan dirusak, air habis, dan manusia sengsara).”

Entah harus terjadi berapa kali lagi bencana untuk dapat menyadarkan manusia untuk berhenti merusak dan mengeksploitasi alam? Yang pasti korban harta nyawa dan harta sudah banyak berjatuhan. Apakah itu tidak jadi pelajaran? Mari muliakan alam, agar alam pun memuliakan kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline